Nasib Kelas Menengah Makin Sulit di 2025: Konsumsi Turun dan Tabungan Tergerus

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/tom.
Calon konsumen memilih minuman kemasan di sebuah pusat perbelanjaan, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (5/7/2024). Kementeria Perindustrian berencana menerapkan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membatasi kandungan gula dalam proses produksi industri makanan dan minuman olahan sebagai strategi yang lebih baik ketimbang penerapan cukai guna menekan konsumsi gula masyarakat.
25/11/2024, 16.33 WIB

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memproyeksikan pelemahan konsumsi masih akan berlanjut pada 2025. Dalam dokumen Brief Report CORE Economic Outlook 2025 disebutkan bahwa konsumsi rumah tangga  diprediksi tumbuh 4,9%-5% pada 2024. 

“Perlambatan konsumsi rumah tangga pada tahun ini diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun mendatang,” tulis laporan CORE Indonesia dikutip Senin (25/11).

CORE Indonesia mengungkapkan terdapat sejumlah sinyal yang menyebabkan pelemahan konsumsi masih akan berlangsung hingga 2025. Salah satu penyebabnya adalah pelemahan konsumsi kelas menengah dan calon kelas menengah.

Pasalnya, kelompok kelas menengah dan calon kelas menengah merupakan kontributor utama konsumsi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah mencapai 52 juta orang atau 19% total penduduk Indonesia dan berkontribusi 40% terhadap total konsumsi.

Sementara jumlah calon kelas menengah mencapai 148 juta jiwa atau 54% dari total penduduk yang berkontribusi 44% pengeluaran konsumsi. Namun jumlah penduduk kelas menengah turun hingga 9 juta jiwa selama periode 2018-2023.

“Dari 61 juta jiwa turun menjadi 52 juta jiwa. Jumlah mereka turun sebesar 8% selama periode tersebut,” tulis CORE Indonesia.

Fenomena Makan Tabungan

CORE Indonesia mengungkapkan, pelemahan konsumsi kelas menengah juga ditunjukkan oleh proporsi tabungan terhadap total pengeluaran. Berdasarkan data Bank Indonesia, proporsi tabungan terhadap total pengeluaran menunjukkan tren penurunan dibandingkan tahun 2019.

Dalam laporan tersebut diungkapkan rata-rata nilai simpanan per rekening. Terlihat kelompok dengan simpanan di bawah Rp 100 juta mencapai porsi 98,8% dari jumlah rekening yang menunjukkan tren penurunan. Penurunan terlihat secara konsisten dari Rp 3 juta pada 2019 menjadi Rp 1,8 juta pada 2023.

Data ini mengindikasikan bahwa masyarakat mengalami penurunan pendapatan yang diikuti dengan penurunan konsumsi dan penurunan jumlah tabungan. “Hal ini juga dapat berarti konsumsi masyarakat saat ini ditopang oleh penggunaan tabungan,” tulis CORE Indonesia.

Penurunan Upah Riil

CORE Indonesia juga mengungkapkan adanya sinyal atau indikasi pelemahan konsumsi yang ditunjukkan oleh penurunan pertumbuhan upah riil. Penurunan ini terjadi di lima sektor yaitu pertanian, manufaktur, perdagangan, konstruksi, serta penyediaan jasa makanan dan minuman.

Lima sektor tersebut menyerap 75% tenaga kerja. “Hampir semua sektor mengalami penurunan signifikan dari 2019 ke 2024,” tulis CORE Indonesia.

Sektor pertanian, pengolahan, serta jasa akomodasi dan makanan minuman yang sebelumnya menunjukkan pertumbuhan positif pada 2019 mengalami penurunan drastis, bahkan negatif pada 2024. Sektor perdagangan menunjukkan pertumbuhan yang lemah, sementara sektor konstruksi tumbuh hampir serupa seperti 2023.

Terjadinya Disinflasi

Pelemahan konsumsi juga telah berdampak terhadap fase disinflasi. CORE Indonesia memprediksi inflasi secara tahun akan berada pada kisaran angka 1,3%-1,5% pada 2024. Angka ini lebih rendah dibandingkan pada masa pandemi Covid-19 yang berada pada kisaran 1,7-1,8%.

“Fenomena disinflasi pada tahun ini disumbang oleh pelemahan daya beli,” tulis CORE Indonesia.

Hal itu dapat ditunjukkan oleh inflasi inti yang merupakan komponen selain bahan makanan dan energi yang bersifat fluktuatif. Inflasi inti pada Oktober 2024 sebesar 1,91% secara year to date atau jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada prapandemi yaitu 2,79%.

“Berbagai indikasi perlambatan konsumsi tersebut berpotensi berlanjut pada 2025 dan bahkan dapat menjadi lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini,” tulis CORE Indonesia.

Beberapa faktor yang dapat menekan konsumsi pada 2024 seperti scarring effect pandemi yang masih terasa pada 2025, khususnya pada kelas menengah. Lalu kondisi pasar tenaga kerja yang didominasi sektor informal dan pertumbuhan pendapatan yang lambat, serta kebijakan-kebijakan ekonomi yang menekan kelas menengah. 

Reporter: Rahayu Subekti