Rupiah Kian Tertekan, BI Perkuat Intervensi di Pasar Domestik dan Global

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen yang tertuang dalam asumsi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 bisa dicapai dengan sinergi kebijakan pemerintah dan bank sentral.
26/9/2025, 09.06 WIB

Bank Indonesia (BI) menegaskan kembali komitmennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan pasar global. Gubernur BI Perry Warjiyo, mengatakan seluruh instrumen kebijakan moneter telah digerakkan secara maksimal untuk memastikan rupiah tetap bergerak sesuai fundamentalnya.

“BI menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus, melalui intervensi NDF,” ujar Perry dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (26/9).

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus tertekan. Pada perdagangan kemarin (26/9), rupiah ditutup melemah 64 poin atau 0,39% di level Rp 16.749 per dolar AS, melanjutkan pelemahan pada hari sebelumnya hingga 80 poin di level Rp 16.684 per dolar AS.

Menurut Perry, semua langkah intervensi tersebut dapat meredam gejolak nilai tukar. “Bank Indonesia yakin bahwa seluruh upaya yang dilakukan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, sesuai nilai fundamentalnya,” katanya.

BI juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk bersama-sama menjaga iklim pasar keuangan tetap kondusif agar stabilitas rupiah dapat tercapai dengan baik.

Ketegangan Geopolitik Tekan Rupiah

Pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi menilai pelemahan rupiah kemarin salah satunya dipengaruhi ketegangan geopolitik di Eropa yang kembali memanas.

Hal ini menyusul pidato Presiden AS Donald Trump pada Selasa (23/9) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di mana ia menyampaikan nada lebih agresif terhadap Rusia.

“Trump memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak terus membeli minyak Rusia dan mengatakan Washington sedang mempertimbangkan sanksi baru yang dapat menargetkan aliran energi,” ujar Ibrahim.

Meskipun belum ada langkah sanksi yang diumumkan, Ibrahim menilai retorika tersebut meningkatkan risiko geopolitik di pasar, termasuk potensi gangguan ekspor Rusia atau tindakan balasan terhadap pasokan energi.

Penolakan Tax Amnesty dan Kekhawatiran Fiskal

Di sisi domestik, pemerintah berencana kembali menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III. Komisi XI DPR juga memasukkan RUU Pengampunan Pajak dalam daftar Prolegnas 2026.

Namun, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan mendukung kebijakan tersebut karena khawatir wajib pajak akan memanfaatkan celah yang sama. Menurut Ibrahim, pasar merespon negatif terhadap pernyataan-pernyataan Purbaya tentang penolakan pengampunan pajak.

"Kita harus melihat ke belakang, tax amnesty begitu menggembirakan dan itu merespon pasar kembali masuk ke pasar modal Indonesia sehingga mata uang rupiah mengalami penguatan yang cukup signifikan,” ujar Ibrahim.

Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menambahkan bahwa sentimen domestik, terutama terkait kondisi fiskal, juga mempengaruhi rupiah.

“Sentimen domestik juga masih menekan rupiah oleh kekhawatiran defisit fiskal dari kebijakan longgar atau stimulus pemerintah,” kata Lukman.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Rahayu Subekti