Tiga Dimensi dalam Menghitung Kenaikan Cukai Rokok

Ilustrator: Betaria Sarulina | Katadata
Kepala Badan Kebijakn Fiskal
Penulis: Suahasil Nazara
Editor: Yuliawati
16/9/2019, 14.38 WIB

Ketiga, kebijakan cukai juga menentukan penerimaan negara. Dengan memperkirakan kenaikan pendapatan masyarakat, estimasi jumlah produksi rokok, maka ditetapkanlah target penerimaan cukai. Target itu ditetapkan dalam UU APBN, kemudian pemerintah menjalankan APBN.

Kebijakan cukai selalu menimbang tiga dimensi di atas. Misal, pemerintah tidak dapat menurunkan tarif cukai serendah-rendahnya, meskipun kebijakan ini diinginkan oleh industri. Pemerintah masih harus berperan mengendalikan konsumsi, khususnya bagi kepentingan anak-anak dan remaja, sehingga tidak mendorong harga rokok yang murah.

Sebaliknya, tarif cukai rokok tak dapat dinaikkan secara spektakuler. Bila harga rokok mahal dan konsumsi ditekan, akan memberikan dampak buruk ke para pekerja, pedagang, dll. Di samping itu, potensi munculnya rokok illegal juga bakal meningkat tajam.

Pada Jumat pekan lalu (13/9), Presiden Joko Widodo telah memutuskan tarif cukai rokok pada 2020 dinaikkan 23% dan harga jual eceran dinaikkan 35%. Industri rokok protes dengan kenaikan yang dianggap sangat tinggi. Saya menjelaskan, kenaikan ini berbasiskan tarif cukai pada 2018.

Mengapa bukan berbasis tarif 2019? Karena tahun ini tidak ada kenaikan tarif. Jadi, kenaikan tarif sebesar 23% tsb merupakan kenaikan rapel selama dua tahun. Saya juga paham, sebaliknya kelompok anti tembakau juga akan mengatakan: wong tahun ini enggak naik, kenaikan tarif seharusnya lebih tinggi lagi.

(Baca: Pemerintah Harap Cukai Rokok Tinggi Tak Picu PHK Industri Padat Karya)

Tiap tahun kita selalu memperdebatkan kebijakan cukai ini. Perdebatan mengenai kebijakan cukai sifatnya bisa sangat multidimensional. Tidak hanya satu faktor yang dilihat. Tahun ini saya mendapat kehormatan mendapat undangan mengikuti Sidang Kabinet yang membahas kebijakan cukai pada Jumat pekan lalu.

Saya bangga dapat mendengarkan sidang kabinet. Perdebatannya luar biasa komprehensif dari beragam pandang. Semua faktor sensitif ditimbang dan semua kemungkinan diantisipasi. Setelah itu keputusan pun diambil. Implementasi pasti akan menantang, namun dengan proses pengambilan keputusan yang solid, saya optimistis  dengan nasib bangsa ini.  Semoga Indonesia terus menjadi lebih baik.

Halaman:
Suahasil Nazara
Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.