Tantangan Pendanaan Proyek dalam Krisis Iklim

ANTARA FOTO/REUTERS/Yves Herman/HP/sa.
Yves Herman Pemandangan selama Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26), di Glasgow, Skotlandia, Inggris, Jumat (12/11/2021).
Penulis: Mohammad Yoga Pratama, PhD
Editor: Sorta Tobing
7/12/2021, 08.51 WIB

Khusus untuk AIIB, MDB muda ini berkomitmen penuh pada Paris Alignment. Caranya, memasukkannya ke dalam strategi korporasi (corporate strategy) mereka. Selain itu, dicantumkan pula dalam kerangka lingkungan dan sosial (environment and social framework/ESF). 

Tantangan untuk Indonesia 

Pengumuman AIIB tersebut tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Bagaimana Indonesia harus menyesuaikan diri dan menciptakan proyek yang sesuai dengan blok bangunan MDB. 

Blok bangunan berfungsi sebagai panduan dalam menilai kesesuaian aktivitas/proyek dengan Perjanjian Paris. Dengan Metodologi MDB Bersama, ke depan sebuah proyek yang diusulkan negara anggota harus selaras dengan BB1 dan BB2. Kalau tidak, kecil kemungkinan bisa mendapatkan dukungan pendanaan dari MDB yang telah berkomitmen menerapkan Paris Alignment, termasuk AIIB.  

Yang menarik, proyek-proyek yang semula dikategorikan sebagai proyek energi terbarukan, proyek energi hijau atau lebih ramah lingkungan, seperti proyek hidropower besar, panas bumi, limbah menjadi energi, dan pembangkit listrik tenaga gas, ternyata masuk wilayah abu-abu.

Selain itu, proyek transportasi yang awalnya diyakini sebagai inti dari operasi AIIB, ternyata juga masuk wilayah abu-abu yang perlu penilaian khusus. 

Tantangan yang paling nyata adalah proyek hidropower besar dan geothermal Indonesia, yang sebelumnya sudah terdaftar dalam proyek AIIB, kini masuk ke dalam 19 proyek yang harus dianalisis lebih jauh untuk membuktikan keselarasannya dengan Perjanjian Paris.

Tantangan lainnya, soal kerangka peraturan dan kebijakan untuk membuat semua aliran keuangan konsisten dengan jalan menuju pembangunan rendah gas rumah kaca (GRK) dan tahan iklim. 

Menghadapi tantangan-tantangan tersebut bukanlah hal yang mudah. Indonesia perlu mempelajari metodologi MDB Bersama dengan cermat agar proyek-proyek yang diusulkan dapat memenuhi tujuan mitigasi, adaptasi dan ketahanan. Dialog dengan pihak-pihat terkait proyek di zona abu-abu perlu segera dilakukan.

Halaman:
Mohammad Yoga Pratama, PhD
Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Kebijakan Fiskal

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.