Presiden Prabowo Subianto, dalam pidatonya pelantikan di MPR pada 20 Oktober 2024, menyoroti ketidaktepatan sasaran subsidi energi. Ia menegaskan, pemerintahannya berkomitmen untuk mengevaluasi dan mereformasi kebijakan subsidi agar lebih tepat sasaran, sehingga bantuan ini benar-benar menjangkau masyarakat miskin yang membutuhkan.
Subsidi energi masih menjadi salah satu beban utama dalam anggaran fiskal negara. Pada 2023, realisasi subsidi energi melampaui jumlah yang dialokasikan dalam APBN. Pos belanja untuk subsidi dan kompensasi energi tahun 2023 mencapai Rp475,7 triliun atau 111,6% dari APBN 2023.
Besarnya alokasi anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi ini, berpotensi mempengaruhi pos-pos fiskal lain untuk kebutuhan yang lebih produktif seperti pendidikan dan kesehatan. Subsidi terhadap energi fosil, khususnya BBM dan LPG, berdampak negatif terhadap upaya transisi energi ke bahan bakar ramah lingkungan. Komitmen pemerintah untuk mereformasi kebijakan subsidi merupakan langkah strategis yang patut didukung.
Dukungan dan penerimaan dari masyarakat merupakan faktor kunci yang mendorong kelancaran reformasi kebijakan subsidi. Penerimaan yang positif diharapkan dapat meredam potensi ketidakpuasan dan reaksi negatif yang dapat menghambat implementasi kebijakan tersebut. Namun, penerimaan ini harus didukung oleh pemahaman yang memadai akan kebijakan tersebut. Faktanya, pemahaman masyarakat mengenai kebijakan subsidi energi masih perlu ditingkatkan.
Persepsi Publik terhadap Kebijakan Subsidi Energi
Pada awal 2024, Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) melakukan survei skala nasional kepada lebih dari 1.041 responden pelanggan BBM, LPG, dan listrik. Survei dilakukan untuk melihat pemahaman dan persepsi publik terhadap kebijakan subsidi energi saat ini. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat hanya mengetahui sedikit informasi mengenai subsidi energi. Bahkan lebih dari 70% masyarakat di wilayah Indonesia Timur tidak mengetahui informasi sama sekali mengenai kebijakan subsidi energi yang berlaku.
Keterbatasan informasi ini berimplikasi pada persepsi dan pemahaman yang kurang tepat terhadap ketentuan subsidi energi. Akibatnya muncul anggapan bahwa mereka berhak menerima subsidi, meskipun tidak semua responden termasuk dalam kelompok penghasilan yang seharusnya menerima subsidi.
Kurangnya pengetahuan ini turut mempengaruhi persepsi masyarakat mengenai dampak kebijakan subsidi energi terhadap APBN dan fiskal negara. Masyarakat banyak yang belum memahami jika subsidi energi saat ini justru membebani anggaran negara dan seringkali tidak tepat sasaran.
Hal ini terbukti dari hasil survei yang menunjukkan sekitar 40% responden menyatakan jika subsidi energi tidak memberatkan keuangan pemerintah dan sudah tepat sasaran. Pengetahuan yang dimiliki masyarakat ini berbanding terbalik dengan realita, yang mana setiap tahunnya subsidi energi membengkak dan justru dinikmati masyarakat berpenghasilan menengah ke atas bahkan oleh sektor bisnis.
Kurangnya pemahaman turut mempengaruhi persepsi masyarakat akan dampak subsidi energi terhadap lingkungan. Ketika ditanya mengenai dampak subsidi energi terhadap upaya transisi energi, lebih dari 40% responden memberikan jawaban netral. Hal ini mencerminkan adanya ketidakpastian, kebingungan, atau kurangnya informasi yang memadai terkait dampak subsidi energi terhadap transisi ke energi terbarukan dan pengurangan emisi karbon.
Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat mungkin belum sepenuhnya menyadari atau memahami konsekuensi eksternalitas negatif dari ketergantungan pada sumber energi fosil yang disubsidi. Hal ini juga mengindikasikan bahwa isu transisi energi dan pengurangan emisi karbon belum sepenuhnya dipahami sebagai prioritas yang mendesak di kalangan masyarakat luas.
Untuk mengatasi kesalahan persepsi ini, penting bagi pemerintah untuk terlebih dahulu memberikan edukasi yang lebih komprehensif tentang subsidi energi. Edukasi ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya subsidi yang tepat guna dan tepat sasaran, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi. Langkah ini penting agar pemerintah memperoleh dukungan masyarakat secara luas dan menghindari resistensi yang mungkin muncul saat reformasi subsidi energi diterapkan.
Edukasi dan Sosialisasi perlu Digencarkan Pemerintah
Sebagai bagian dari upaya edukasi, pemerintah perlu menerapkan strategi sosialisasi yang efektif dengan pendekatan yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Sosialisasi ini perlu memanfaatkan berbagai media, baik digital maupun konvensional. Penyebaran informasi melalui media sosial, situs web pemerintah, dan aplikasi mobile sangat penting karena memungkinkan akses yang lebih luas dan cepat. Konten perlu disajikan dalam format visual yang menarik seperti infografis atau video singkat, untuk memudahkan masyarakat memahami pesan-pesan utama terkait subsidi energi.
Untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil atau yang memiliki akses internet kurang memadai, penggunaan media konvensional seperti radio dan televisi tetap relevan. Selain itu, perangkat daerah, seperti kepala desa dan tokoh masyarakat, juga perlu dilibatkan dalam proses sosialisasi ini melalui pelatihan khusus. Mereka dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat di wilayahnya.
Belajar dari sosialisasi yang dilakukan saat program konversi minyak tanah ke LPG yang dilaksanakan mulai 2007, upaya menyukseskan kebijakan tersebut melibatkan penyuluhan tingkat nasional dengan partisipasi masyarakat seperti Ketua RT dan RW yang memberikan sosialisasi penggunaan tabung LPG yang aman. Kegiatan tersebut dilakukan secara door-to-door dari setiap rumah penduduk di daerah.
Di tingkat pusat, koordinasi antarinstansi terkait juga dilakukan untuk memastikan sosialisasi berjalan efektif. Kementerian ESDM selaku pemangku kebijakan utama berkoordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait untuk memastikan kelancaran. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkoordinasikan Satgas Pelayanan dan Informasi, Bareskrim Polri mengkoordinasikan Satgas Intensifikasi dan Pengawasan untuk mengawasi peredaran tabung LPG, serta Kementerian PPPA melakukan sosialisasi hingga ke tingkat rumah tangga melalui penyebaran brosur dan demonstrasi.
Selain sosialisasi yang masif, transparansi informasi juga menjadi kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap reformasi subsidi energi. Pemerintah harus menunjukkan komitmen dalam pelaksanaan subsidi energi dengan memberikan informasi yang transparan dan mudah diakses oleh masyarakat.
Salah satunya dengan memanfaatkan portal informasi publik untuk menyediakan informasi terkait kebijakan subsidi, termasuk besaran, alokasi, serta persebarannya. Lebih lanjut perlu adanya perbaikan pelayanan dari pusat layanan informasi atau call center dalam kecepatan merespon aduan yang masuk. Dengan demikian, kepercayaan dan dukungan terhadap kebijakan reformasi subsidi dapat terbangun dengan baik, yang pada akhirnya akan memudahkan implementasi kebijakan yang lebih berkelanjutan.
Dukungan masyarakat terhadap reformasi subsidi energi sangat penting agar kebijakan ini dapat berjalan dengan efektif. Edukasi yang komprehensif dan transparansi informasi merupakan langkah awal yang harus dilakukan pemerintah untuk membangun pemahaman dan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, reformasi subsidi energi dapat dilakukan secara tepat sasaran, tidak hanya untuk meringankan beban fiskal negara tetapi juga untuk mendukung transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan.
Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.