Catatan dari Xinjiang (1): Kembalinya Kejayaan di Jalur Sutra

123RF.com/sermax55
Editor: Redaksi
25/11/2019, 13.45 WIB

Perkembangan mengesankan terjadi di sektor industri pariwisatanya yang memiliki 369 daerah tujuan wisata. Pertumbuhannya yang pada 2016 masih sebesar 20%, di tahun berikutnya sudah mencapai 30% dan berlanjut menjadi 40% pada 2018 dengan jumlah turis 150 juta.

“Tahun ini, dari Januari hingga Oktober, jumlah turis bahkan telah melebihi 200 juta,” ujar Tuniyazi saat menerima rombongan Indonesia. “Ini berarti naik 62%.” Sebuah kenaikan yang fantastis.

(Baca: Catatan dari Xinjiang (2): Era Kejayaan Ekonomi Asia)

Sabuk Ekonomi Jalur Sutra

Melihat kemajuan pesat Xinjiang, Boy Thohir mengaku terkesima dan kagum. “Saya tidak membayangkan. Ini kan provinsi terujung di Tiongkok dan berbatasan dengan negara-negara lain, di tengah gurun, tapi kemajuannya luar biasa,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini.

Karena itu, ia akan mengajak para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) untuk berkunjung ke wilayah ini. “Kita patut, seperti juga Islam mengajarkan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina,” katanya. “Kita bisa belajar dari mereka, dan mereka pun bisa investasi di negeri kita.”

Kemakmuran Xinjiang, bisa jadi akan menandai kembalinya kejayaan jalur perdagangan di kawasan itu. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, Jalur Sutra kembali mengemuka. Jalur ekonomi ini kini dikenal dengan sebutan Satu Sabuk Satu Jalan alias One Belt One Road (OBOR).

Inisiatif ini diusung oleh pemimpin tertinggi Tiongkok Xi Jinping. Fokusnya pada konektivitas dan kerja sama antar negara di kawasan Eurasia. Melalui inisiatif ini, Tiongkok hendak memainkan peran lebih besar melalui sebuah jaringan perdagangan yang dipimpinnya.

Terdapat dua jalur yang digunakan, yakni Sabuk Ekonomi Jalur Sutra yang berbasis daratan dan Jalur Sutra Maritim yang lintas samudera. Inisiatif ini diungkapkan pada 2013 dan dipromosikan oleh Perdana Menteri Li Keqiang selama kunjungan kenegaraan ke Asia dan Eropa.

Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping di KTT  One Belt One Road. (ANTARA FOTO/Bayu Prasetyo)

OBOR yang kemudian berganti nama menjadi Belt and Road Initiative ini menghubungkan Tiongkok dengan Asia Tenggara, Asia Selatan dan Samudera Hindia. Hal ini dilakukan demi memperluas wilayah perdagangannya.

Dalam hal ini, proyek OBOR akan mengembangkan koridor ekonomi Tiongkok-Indocina dengan memanfaatkan rute transportasi internasional, yang bergantung pada kota-kota utama di sepanjang rute OBOR, termasuk di Indonesia.

“Cina dan Indonesia memiliki hubungan yang erat,” kata Tuniyazi. “Presiden Cina telah dikunjungi oleh Presiden Jokowi. Atas undangan pemerintah Indonesia, Wakil Presiden Cina pun telah berkunjung ke Indonesia saat pelantikan beliau (sebagai Presiden). Cina dan Indonesia adalah sahabat dan mitra yang baik.”

(Baca: Catatan dari Xinjiang (3): Di antara Turisme dan Terorisme)

Halaman: