Sengkarut Izin dan Pemasaran Megaproyek Meikarta

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yuliawati
Editor: Yura Syahrul
7/10/2017, 09.00 WIB

Tak penuhi syarat pemasaran

Sehari setelah mengantongi IPPT, Lippo menggelar grand launching Kota Baru Meikarta di Maxxbox Cikarang, Sabtu, 13 Mei 2017. Sejak itu, Lippo memobilisasi sekitar 10 ribu agen pemasaran untuk menawarkan langsung hunian di Meikarta.

Yang ditawarkan adalah apartemen dengan beragam tipe. Calon penghuni cukup membayar booking fee atau NUP (Nomor Urut Pemesanan) sebesar Rp 2 juta per unit. Pihak pemasaran Meikarta menjanjikan akan mengganti kembali (refund) dana itu bila konsumen membatalkan pemesanannya tanpa batas waktu.

Pemilik Grup Lippo, James Ryadi mengatakan, proyek ini berhasil menarik minat hingga 130 ribu orang. Bahkan, 32 ribu orang telah masuk dalam tahap cicilan.

Namun, kegiatan pemasaran itu mengundang sorotan karena Lippo sudah memasarkan produk yang belum memiliki izin.  Persoalan izin yang belum tuntas ini membuat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menghentikan pemasangan banner dan penawaran Meikarta di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada awal September.  (Baca juga: Pemasaran Proyek Meikarta di Kantor Kementerian Menuai Penolakan

Lippo bersikeras mengklaim kegiatan itu tak menyalahi prosedur karena merupakan pre-project selling dan belum memasuki tahap pemasaran. Argumen Lippo mendapat dukungan dari Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin.

Menurut Syarif, aktivitas penawaran Meikarta sebagai kegiatan untuk mengetahui kekuatan pasar, dan bukan termasuk pemasaran maupun Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

“Selama ini mereka sebenarnya melakukan NUP (nomor urut pemesanan) untuk mengetahui pasar. Sifatnya hanya untuk mengetahui kekuatan pasar, dan apabila batal maka uangnya kembali,” kata Syarif kepada Katadata, Rabu (20/9).

Berdasarkan penelusuran Katadata dan Hukumonline, aktivitas promosi atau penawaran Meikarta berupa “pengecekan kekuatan pasar” atau “melakukan NUP” tidak dikenal di dalam peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun memuat persyaratan detail sebelum pengembang melakukan kegiatan pemasaran maupun PPJB. Pada Pasal 42 dinyatakan, pengembang sebelum melakukan pemasaran harus memenuhi lima syarat: kepastian peruntukan ruang, kepastian hak tanah, kepastian status kepemilikan, IMB dan jaminan atas pembangunan yang ditunjukkan berupa surat dukungan bank atau nonbank.

Sedangkan kegiatan PPJB diatur dalam UU Rusun pasal 43. Persyaratan bagi pengembang dalam PPJB adalah status kepemilikan tanah, IMB, ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keterbangunan paling sedikit 20% dan hal yang diperjanjikan.

Berbagai persyaratan kegiatan pemasaran maupun PPJB hingga kini belum dipenuhi pengembang Meikarta. "Secara legal yuridis apabila transaksi dilakukan tanpa memenuhi aturan undang-undang akan membuat posisi konsumen dalam posisi lemah," kata Staff Pengaduan dan Hukum YLKI Mustafa Aqib Bintoro.

Selain itu, berdasarkan penelusuran Katadata dan Hukumonline, informasi mengenai pengembalian booking fee hanya terdapat dalam iklan Meikarta. Sementara berdasarkan dokumen Ketentuan dan Syarat-syarat Umum yang terdapat dalam website resmi Meikarta, terdapat klausul yang mengatur booking fee tak dapat dikembalikan karena kelalaian pemesan.

Ketentuan ini diatur dalam pasal 10.1 yang berbunyi: penerima pesanan berhak untuk setiap saat memutuskan dan membatalkan penegasan pemesanan secara sepihak.

Selanjutnya diatur dalam pasal 10.2: akibat yang timbul dari adanya pemutusan penegasan pemesanan oleh penerima pesanan sebagai akibat kelalaian pemesan sebagaimana diatur dalam pasal 10.1, maka: uang yang telah yang telah dibayar oleh pemesan kepada pemerima pesanan antara lain booking fee, seluruh Down Payment, serta pajak-pajak yang telah disetorkan tidak dapat dikembalikan kepada pemesan (pasal 10.2a).

Berdasarkan informasi salah seorang pemesan, ketentuan ini merupakan bagian dari perjanjian yang ditandatangani ketika konsumen membayar uang muka pembelian apartemen.

Ketentuan dan Syarat Umum dalam Pemesanan Unit Meikarta (Website Meikarta)



Iklan tak sesuai kenyataan

Selain penawaran langsung, Meikarta gencar berpromosi lewat iklan di berbagai media sejak Mei lalu. Berdasarkan data situs Adtensity, rata-rata iklan Meikarta yang tayang di 10 stasiun televisi diputar 353 kali dalam seminggu. Setiap pekannya, biaya iklan sekitar Rp 40 miliar.

Iklan Meikarta dapat dikategorikan sebagai kegiatan pemasaran atau promosi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada Pasal 1 angka 6 UU itu menyebutkan, promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.

 
Area pemasaran Meikarta (Arief Kamaludin|KATADATA)
 

Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih telah meminta Lippo Cikarang menghentikan penayangan iklan karena termasuk kegiatan pemasaran. Sebab, Lippo hingga kini belum mendapatkan izin sebagai persyaratan kegiatan pemasaran. "Bagi kami sekali lagi itu adalah marketing dan tidak boleh dilakukan sebagaimana di UU Nomor 20 Tahun 2011. Itu salah," katanya.

Sebaliknya, Direktur Komunikasi Lippo Group Danang Kemayan Jati membantah jika iklan yang disiarkan tersebut melanggar hukum karena iklan itu bukan bagian dari pemasaran. Iklan itu merupakan bagian dari pre-selling yang dilakukan bersamaan dengan pengajuan izin yang sedang dilakukan.

"Iklan itu memang paralel dengan izin-izin yang sedang kami ajukan dan itu tidak melanggar. Jadi ada perbedaan antara izin pembangunan dengan marketing, itu beda," kata Danang.

Alamsyah pun menyatakan iklan Meikarta terlalu bombastis atau tak sesuai kenyataan. Dalam iklannya, Lippo menyebutkan akan membangun Kota Baru Meikarta seluas 500 hektare. Namun, hingga rancangan RDTR Kabupaten Bekasi hanya memasukkan kawasan Lippo Cikarang seluas 84,6 hektare.

Sekretaris Menteri Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Imam Apriyanto Putro juga heran dengan iklan Meikarta yang menyebutkan lokasi proyek tersebut dekat dengan stasiun Light Rail Transit (LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi dan stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung.

Di hadapan DPR, Imam menjelaskan stasiun LRT paling ujung berlokasi di Bekasi Timur, jauh dari lokasi Meikarta. Pemerintah juga tidak ada rencana untuk membangun stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung dekat Meikarta.

"Saya tidak mengerti kalau mereka mengkaitkan dengan proyek Meikarta, karena tidak ada stasiun di sekitar Meikarta," kata Imam di Badan Anggaran di Gedung DPR, Jakarta, Senin (25/9). (Baca juga: Kementerian BUMN Heran Iklan Meikarta 'Jualan' Proyek LRT)

Aturan iklan ini harus mengikuti UU Perlindungan Konsumen, yakni menyajikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Pelanggaran atas persyaratan ini mendapat ancaman pidana penjara paling lama lima tahun atau denda maksimal Rp 2 miliar.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu, Asep Wijaya, Amrie Hakim (Hukumonline)