Bertemu Obama, Jokowi: Indonesia Gabung Kemitraan Trans-Pasifik (TPP)

setkab.go.id
Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden AS Barack Obama, di White House, Washington DC, AS, Selasa (27/10)
Penulis: Yura Syahrul
27/10/2015, 13.01 WIB

KATADATA - Setelah lama mempertimbangkan, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Indonesia siap bergabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP). Komitmen Indonesia bergabung dengan kerjasama perdagangan bebas di kawasan Pasifik tersebut disampaikan Jokowi kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama saat berkunjung ke Gedung Putih, di Washington DC, Senin siang waktu setempat atau Selasa dinihari (27/10) waktu Indonesia.

Jokowi mengungkapkan, dua pertimbangan pemerintah Indonesia untuk bergabung dengan TPP. Pertama, ekonomi Indonesia adalah ekonomi terbuka. Kedua, dengan penduduk sebanyak 250 juta orang, Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. “Indonesia bermaksud untuk bergabung dengan Trans Pacific Partnership,” kata Jokowi dalam keterangan pers bersama Barack Obama, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Selasa (27/10).

Keputusan Indonesia bergabung dengan TPP itu menjadi pemberitaan sejumlah media internasional. New York Times dan The Guardian menyebutnya sebagai “kemenangan Presiden Obama merangkul sekutu penting di kawasan Pasifik untuk menyeimbangkan persaingan ekonomi dengan Cina”. Pasalnya, Indonesia memiliki perekonomian senilai US$ 1 triliun, dan termasuk kelompok 20 (G-20) negara-negara ekonomi utama dunia.

TPP memang merupakan salah satu elemen penting dari agenda kebijakan luar negeri Obama untuk membangun kemitraan ekonomi dan perdagangan terbesar di kawasan Pasifik. Amerika bersama 11 negara lain di kawasan tersebut, yaitu: Brunei, Chili, Selandia Baru, Singapura, Australia, Brunei, Chili, Kanada, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam, telah meneken ratifikasi traktat TPP pada awal Oktober ini.

Selama ini, Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi memang cenderung enggan bergabung dengan TPP. Saat menghadiri pertemuan tingkat tinggi para pemimpin Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Beijing, Cina, medio November tahun lalu, Jokowi menegaskan Indonesia tidak ingin menjadi sekadar pasar bagi tarik-menarik kepentingan ekonomi negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Cina. Jadi, Indonesia belum mau bergabung dengan TPP ataupun Free Trade Area Asia Pacific (FTAAP), sampai integrasi ekonomi keduanya memberikan manfaat nyata bagi Indonesia.

Pelabuhan Tanjung Priok (Arief Kamaludin|KATADATA)
)

"Saya kira, kita belum akan masuk ke sana, kita harus kalkulasi lagi produk-produk apa saja yang bisa dipasarkan dalam integrasi ekonomi kawasan itu, dan menguntungkan rakyat," kata Jokowi, seperti dikutip Antara.

Namun, belakangan, sikap Jokowi mulai berubah. Beberapa hari sebelum berkunjung ke Amerika, Jokowi mengatakan akan bersikap terhadap TPP setelah bertemu dengan Obama. Yang jelas, pemerintah telah memangkas berbagai aturan dagang yang bersifat proteksionis dan rumit bagi investor asing. “Saya tahu apa yang mereka (investor) inginkan. Indonesia terbuka untuk investasi," katanya.

Terlepas dari tarik menarik kepentingan AS-Cina, Indonesia memang berkepentingan terlibat dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan yang lebih luas. Dengan begitu, pemerintah bisa memacu ekspor di tengah perlambatan ekonomi global dan menurunnya penerimaan dari sektor minyak dan gas bumi.

(Baca: Penyebab Ekspor Indonesia Kalah dari Vietnam dan Thailand)

Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong secara tidak langsung pernah membandingkan manfaat TPP bagi negara-negara anggotanya. Ia menilai Vietnam sebagai ancaman besar bagi Indonesia karena bergerak cepat menjalin kesepakatan perdagangan internasional dengan Uni Eropa dan TPP. Dengan begitu, Vietnam lebih mudah mengakses pasar AS dan 10 negara lain anggota TPP.

 
 

“Ancaman paling besar buat kita adalah Vietnam. Kita sudah ketinggalan sekali dan saya bisa sampaikan bahwa Presiden (Jokowi) sangat menyadari ini dan sangat prihatin,” kata Tom, panggilan karib Thomas Lembong.

Karena itu, Jokowi pun mendesak agar Indonesia segera menjalin kerjasama perdagangan dengan berbagai negara. “Di sidang kabinet, Presiden sudah menagih saya: kapan Pak Tom kita trade agreement dengan Uni Eropa dan Amerika,” kata Tom mengutip pernyataan Jokowi.

(Baca: Genjot Ekspor, Kemenlu Bentuk Tim Khusus Diplomasi Ekonomi)

Tom mengakui, pemerintah akan fokus mengejar kesepakatan perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan kemudian TPP. Sebab, mayoritas persyaratan dalam TPP sama dengan FTA Uni Eropa. "Jadi 80 sampai 85 persen syarat FTA Uni Eropa adalah syarat TPP juga," katanya. Sedangkan Menteri Luar Negeri Retno P. Marsudi menyatakan, pemerintah belum menentukan sikap terhadap TPP karena masih ingin melihat detail perjanjiannya. "Kami ingin melihat dokumennya terlebih dahulu," ujarnya.

Sekadar informasi, 12 negara meneken kesepakatan TPP di Atlanta, Amerika Serikat, pada 5 Oktober lalu, setelah melalui 19 kali proses negosiasi selama delapan tahun terakhir. sebanyak 12 negara anggota TPP itu memiliki produk domestik bruto (PDB) sekitar 40 persen dari total PDB dunia. Meski begitu, hingga kini sebenarnya belum ada detail resmi kesepakatan tersebut.

Berdasarkan sejumlah pandangan yang beredar, keuntungan TPP bagi negara anggotanya adalah pemberlakuan tarif rendah sehingga berpotensi meningkatkan ekspor. Namun, konsekuensinya, praktik proteksionisme dihapuskan dan tidak ada keistimewaan bagi perusahaan milik negara (BUMN).

Reporter: Yura Syahrul