Mengapa Tiga Konglomerasi Besar Indonesia Pilih Berinvestasi di Grab?
IPO Terbesar Perusahaan Asia Tenggara di Bursa AS
Merger dengan Altimeter diprediksi akan membuat valuasi ekuitas Grab meningkat pro-forma sekitar US$ 39,6 miliar atau sekitar Rp 575 triliun. Mengacu data CB-Insight, valuasi Grab per April 2021 baru mencapai US$ 14 miliar.
Partner di Bain & Co, Usman Akhtar mengatakan langkah Grab tersebut merupakan bukti yang luar biasa tentang kemampuan perusahaan rintisan teknologi (startup) asal Asia Tenggara di kancah global. “Tidak hanya dari sisi startup itu sendiri, tapi juga dari bagaimana investor global mulai membuka mata terhadap peluang di Asia Tenggara,” ujarnya, seperti dikutip Reuters pekan lalu.
Group CEO and Co-founder Grab Anthony Tan sangat bangga perusahaannya bisa mewakili Asia Tenggara di pasar publik global. Aksi ini adalah tonggak perjalanan perusahaan untuk membuka akses bagi semua orang mendapatkan manfaat dari ekonomi digital.
“Saat kami menjadi perusahaan publik, kami akan bekerja lebih keras untuk menciptakan pemberdayaan ekonomi bagi komunitas. Karena ketika Asia Tenggara berhasil, Grab juga berhasil,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (13/4).
Founder and CEO Altimeter Brad Gerstner mengapresiasi langkah Grab Altimeter Capital Markets sebagai mitra untuk go public. Menurutnya, sebagai salah satu perusahaan internet terbesar dan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, Grab membuka jalur digital ke depan bagi 670 juta warga Asia Tenggara.
Asia Tenggara menjadi salah satu kekuatan ekonomi dengan perkembangan ekonomi digital terpesat di dunia. Jumlah populasi di Asia Tenggara dua kali lipat penduduk AS. Namun, penetrasi online untuk layanan pesan-antar makanan, transportasi on-demand, dan transaksi elektronik lebih kecil dari AS dan Tiongkok.
Berdasarkan riset Euromonitor, Grab memimpin kategori layanan-layanan utama di Asia Tenggara. Decacorn Singapura ini memiliki sekitar 72% total GMV untuk berbagi tumpangan (ride-hailing), 50% pesan-antar makanan, dan 23% total payments volume (TPV) layanan pembayaran dompet digital pada tahun lalu.
Kinerja Bisnis Grab
Perusahaan superapp Asia Tenggara, Grab, mencatat kinerja yang lebih baik dibandingkan masa sebelum pandemi. Mereka berhasil mencapai nilai transaksi atau Gross Merchandise Value (GMV) US$ 12,5 miliar pada tahun 2020.
Nilai GMV ini melebihi level sebelum pandemi corona. Jika dibandingkan 2018, pertumbuhannya lebih dari dua kali lipat. Targetnya, nilai GMV ini bisa tumbuh hingga 40% per tahun menjadi US$ 34,2 miliar pada 2023.
Dengan segmen utama pada layanan pengantaran, transportasi, dan keuangan, Grab memprediksi total pasarnya yang disasar akan berkembang dari sekitaran US$ 52 miliar pada tahun 2020 menjadi US$ 180 miliar pada 2025.
Grab optimistis saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melayani kebutuhan para penggunanya, serta mitra pengemudi, pengiriman dan merchant melalui strategi superapp.
Dari sisi profitabilitas, Grab mencatatkan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) yang positif pada jasa transportasi di seluruh pasar, serta layanan pengantaran di lima dari enam negara. Profitabilitas yang positif pada segtor jasa transportasi ini sudah terjadi sejak 2019.
Secara total, EBITDA Grab memang masih negatif. Pada tahun lalu EBITDA Grab masih rugi US$ 800 juta atau sekitar Rp 11 triliun. Grab menargetkan kinerja labanya membaik, dan positif US$ 500 juta pada 2023.