Strategi Pemerintah Agar Tak Gagal Bayar
Luky memastikan pemerintah tetap akan konsisten menjaga rasio utang terhadap PDB di bawah 60% sesuai aturan perundang-undangan. Selain itu, pemerintah juga berupaya menekan biaya utang. Kedua hal tersebut dilakukan dengan mererapkan sejumlah kebijakan.
Pertama, membagi beban atau burden sharing dengan Bank Indonesia untuk membiayai penanganan pandemi. Bank Setral ikut menanggung biaya bunga utang. Kedua, kebijakan konversi pinjaman luar negeri, yang mengubah pinjaman dalam US Dolar dan suku bunga mengambang (basis LIBOR) menjadi pinjaman dalam Euro dan Yen dengan suku bunga tetap mendekati 0%, sehingga mengurangi risiko dan beban bunga kedepan.
Ketiga, mengelola pembiayaan dengan berupaya menurunkan yield. Pemerintah berhasil menekan yield SBN mencapai 17% pada tahun lalu atau sekitar 250bps menjadi 5,85%padaakhir tahun.
"Dengan berbagai respon kebijakan tersebut, ekonomi Indonesia di 2020 cenderung tumbuh relatif cukup baik dibanding negara lain," ujarnya.
Lembaga pemeringkat kredit internasional, menurut dia, juga mengapresiasi pengelolaan ekonomi dan pembiayaan Indonesia selama ini dengan mempertahankan peringkat Indonesi. Di masa pandemi ini, lembaga rating memangkas peringkat utang sebagian besar atau 12 negaral. Selain itu, terdapat negara-negara yang sudah meminta pengampunan utang melalui skema Paris Club.
Meski demikian, ia menekankan pemerintah sepakat untuk terus waspada dan mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara. Ia juga memastikan pemerintah mengelola pembiayaan secara hati-hati, kredibel, dan terukur, termasuk dalam beberapa tahun terakhir ini.
"Ketika terjadi perlambatan ekonomi global, APBN berfungsi sebagai instrumen kebijakan countercyclical dengan pembiayaan sebagai alat untuk menjaga ekonomi," ujarnya.
Namun ke depan, menurut dia, pemerintah akan meningkatkan upaya reformasi perpajakan untuk mengoptimalisasi pendapatan negara. Optimalisasi pendapatan negara menjadi salah satu langkah pemerintah untuk mendukung konsolidasi fiskal. Pemerintah menargetkan dapat mengembalikan defisit negara di bawah 3% pada 2023.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai utang pemerintah masih aman meski meningkat akibat pandemi Covid-19. Hal ini, menurut dia, antara lain karena utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara yang sebagian besar berdenominasi rupiah. Selain itu, rasio utang pemerintah per April 2021 yang mencapai 41,2% terhadap PDB, cenderung dapat dikelola dan lebih rendah jika dibandingkan dengan posisi utang terhadap PDB dari negara lain.
Meski demikian, menurut dia, pemerintah harus mulai harus merumuskan konsolidasi fiskal untuk mendorong pengelolaan fiskal yang lebih sehat dan berkelanjutan. Josua mengatakan, hal tersebut dapat dilakukan, antara lain dengan mereformasi perpajakan dalam rangka mendukung optimalisasi penerimaan dan meningkatkan tax ratio terhadap PDB yang masih rendah.
"Pemerintah perlu terus berinovasi untuk menggali potensi pajak dengan perluasan basis pajak," ujarnya.
Selain itu, menurut Josua, pemerintah juga harus meningkatkan produktivitas belanja sehingga mampu mendukung pemulihan ekonomi. "Dengan kebijakan konsolidasi fiskal tersebut diharapkan ruang fiskal akan semakin lebar dan akan mendukung kesinambungan perekonomian," katanya.