Pemindahan Ibu Kota Bukan Proyek Mengada-Ada

Ilustrator Katadata/Betaria Sarulina
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Sorta Tobing
30/6/2019, 12.15 WIB

Dengan pemindahan pusat pemerintahan, Jakarta bisa fokus menjadi pusat ekonomi dan bisnis yang tidak lagi nasional, lokal, tapi regional, bahkan internasional. Bayangan saya, Jakarta nanti bersaing dengan Kuala Lumpur (Malaysia), Bangkok (Thailand), bahkan Singapura.

Rencana memindahkan ibu kota, otomatis mengurangi kemacetan di Jakarta?

Tidak ada yang otomatis, karena kemacetan di Jakarta sudah sangat parah. Kita sangat terlambat membangun sistem angkutan transportasi massal. Sehingga, kalaupun ibukota pindah, kemacetan akan tetap ada di Jakarta.

Tapi kami akan terus memperbaiki sistem angkutan umumnya. Artinya, memperpanjang rute MRT dan LRT, memperkuat sistem bus dan angkutan umum. Jakarta hanya bisa dikurangi kemacetannya jika angkutan umumnya diperbaiki dan itu pemerintah tetap investasi disana.

Jadi, pembangunan ibu kota baru dan infrastruktur Jakarta akan sejalan?

Iya, sejalan.

Soal gedung-gedung pemerintahan yang ditinggalkan, ada rencana pemanfaatannya?

Nanti bisa dilakukan skema management asset. Swasta bisa memanfaatkan aset-aset yang tidak terpakai di Jakarta. Tentunya pemerintah bisa mendapatkan dana dari pemakaian aset itu utk membangun ibu kota baru.

Termasuk Istana Negara?

Kalau Istana, tidak mungkinlah. Seperti Anda ketahui, Istana Presiden kan banyak. Ada di Bogor (Jawa Barat), Tampaksiring (Bali), dan Yogyakarta. Jadi, ada istana juga di Jakarta nanti.

Bambang Brodjonegoro s (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Soal tumpeng tindih lahan yang jadi masalah di Jakarta, bagaimana mencegah hal itu terjadi di ibu kota baru?

Justru kami membangun dari nol ibu kota baru, tidak membangun di kota yang sudah ada. Kami ingin perencanaan pembangunan kota yang ideal di Indonesia. Jadi kota itu dibangun, direncanakan yang baik, lalu ekonominya mengikuti. Bukan perencanaannya mengikuti penduduk yang sudah ada maupun kegiatan ekonominya. Jadi, ini kita harus balik.

Kalau lihat Putrajaya (pusat pemerintahan Malaysia) sampai sekarang masih sepi. Ada preseden dalam merancang ibu kota baru untuk Indonesia?

Nah ini, yang harus dipertanyakan apakah ibu kota harus ramai? Apakah ibu kota harus besar seperti Jakarta? Karena kalau sama seperti Jakarta, berarti kami cuma memindahkan masalah dari sini ke tempat lain. Justru kami membangun ibu kota di tempat yang benar-benar liveable, nyaman ditinggali. Jadi, tidak harus besar.

Bukan metropolitan?

Kotanya didesain hanya untuk 1,5 juta orang. Katakanlah itu baru terjadi 10 tahun yang akan datang. Pada saat itu terjadi ibu kota baru ini tidak akan masuk daftar 10 kota terbesar di Indonesia. Bahkan tidak masuk peringkat 20.

Seperti Washington DC, tidak pernah didesain seperti New York. Brasilia tidak didesain untuk menyaingi Rio de Janeiro. Canberra tidak didesain untuk menjadi Sydney.

(Baca: Pakai Skema Cepat, Pusat Pemerintahan Pindah Mulai 2024)

Walaupun tadi dibilang tidak didesain sebagai kota besar, ada target multiplier effect?

Tentu ada. Karena bagaimanapun kota ini akan memberi dampak ekonomi ke sekitarnya. Dia akan cepat berkembang sebagai kota karena punya bisnis inti, yaitu pemerintahan. Pasti sebagai pusat pemerintahan akan menarik sekitar 100 hingga 200 ribu orang yang tinggal di situ.

Misalnya, pegawai pemerintah yang membawa keluarga, menjadikan bisnis pelayanan untuk orang sekitar sehingga ekonomi bergulir. Kami juga sedang mengembangkan enam kota metropolitan di luar Jawa. Dengan cara itu, kami berharap ketergantungan dengan Pulau Jawa mulai berkurang pelan pelan.

Bagaimana multipplier effect ke masyarakat lokal?

Kota ini inklusif. Jadi, siapapun boleh tinggal di situ. Begitu ada penduduk lokal pasti akan muncul efek perekonomian. Mereka juga akan kami libatkan dalam master plan dan detail engineering design.

Cara mengurangi gap atau kesenjangan antara pendatang dan penduduk lokal?

Kesenjangan pasti terjadi karena tiba-tiba ada masyarakat yang punya pekerjaan tetap dan tingkat pendidikan tertentu yang berhadapan dengan masyarakat di sana. Tentunya kami juga mencari wilayah yang masyarakat lokalnya terbuka dengang pendatang.

(Baca: Rencana Pindah Ibu Kota, Jusuf Kalla Impikan Jakarta Seperti New York)

Soal dana, ada rencana memakai skema KPBU (Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha)?

Perkiraan dana yang dibutuhkan Rp 460 triliun. Itu total, termasuk bangunan. Bisa dari berbagai sumber pendanaan. Pertama, APBN untuk infrastruktur dasar. Lalu, swasta untuk perumahan dan properti. Ketiga, BUMN untuk membangun sarana tertentu yang bisa menjadi komersial. Keempat, KPBU. Kami yakin dengan pengalaman KPBU yang telah dimulai, swasta akan terbiasa dengan skema ini dan lebih berani.

Sudah ada swasta yang tertarik?

Yang pasti itu REI (Real Estate Indonesia) menyatakan sangat tertarik. Paling tidak sudah siap, tanpa satu rupiah pun dari APBN.

Untuk dana di APBN akan tercermin di tahun anggaran berapa?

Dari 2020 sudah akan terlihat, meski masih kecil.

Alokasinya?

Master plan, detail engineering design, penyiapan lahan, dan lainnya. Di 2021 akan mulai besar dananya tercermin karena sudah mulai konstruksi.

Target pembangunan ibu kota baru ini selesai?

Di 2024 sudah mulai pemindahan. Targetnya lima tahun.

(Baca: Ibu Kota Pindah keluar Jawa, Ini Efek Berantai bagi Kemajuan Ekonomi)

Gedung pemerintah di Jakarta mayoritas bergaya Indishce Belanda, bagaiaman rencana desainnya di ibu kota baru?

Sesuai arahan Presiden, arsitekturnya akan menggambarkan keberagaman Indonesia. Di government district menggambarkan Pancasila. Kami akan membuat standar arsitektur nasional yang baru

Landmark seperti Monas akan ada?

Pasti ada, tapi detailnya nanti arsitek yang lebih tahu bagaimana menggambarkannya.

Visi Presiden Jokowi soal desain ibu kota baru apakah berhubungan dengan negara maritim?

Artinya kota ini tidak terletak di pinggir pantai tapi tidak jauh juga. Mungkin gambaran kemaritimannya bisa dilihat dari desain. Itu tahapan berikutnya. Sekarang fokus ke lokasi dulu, enaknya di mana.

Berarti 100 tahun Indonesia merdeka nanti ibu kotanya bukan dari Belanda?

Itu message yang bagus nantinya. Saat 100 tahun kita punya ibu kota yang benar benar dirancang dan dibangun dengan pendekatan yang Indonesia sekali.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria