Pemindahan Ibu Kota Bukan Proyek Mengada-Ada

Ilustrator Katadata/Betaria Sarulina
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Sorta Tobing
30/6/2019, 12.15 WIB

Wacana pemindahan ibu kota bukan hal yang baru sebenarnya. Presiden Sukarno pernah merencanakan itu. Ia menunjuk Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sebagai lokasi yang tepat. Lalu, Presiden Suharto pun berkeinginan melakukan hal serupa. Tapi ia memilih lokasi di Jonggol, Jawa Barat, tak jauh dari Jakarta.

Nah, sekarang Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan mewujudkan hal tersebut pada periode terakhir pemerintahannya. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mendapat mandat untuk melakukan studi dan perencanaannya.

Ia yakin, pemindahan ibu kota bisa terlaksana pada 2024 nanti. “Dengan pemindahan pusat pemerintahan, Jakarta bisa fokus menjadi pusat ekonomi dan bisnis,” kata Bambang ketika menerima wawancara Katadata.co.id di Gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu (12/6).

Hal-hal teknis, soal dana, desain, hingga memindahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah ada dalam perencanaan Bappenas. Lokasinya pun telah mengerucut ke Kalimantan, meskipun sampai sekarang belum keputusan soal kotanya.

Saat ini tampaknya pemerintah tinggal menunggu legalitas dan persetujuan dari DPR. Bambang pun meyakini, parlemen akan menyetujuinya. “(Rencana) Ini untuk menciptakan indosentris karena selama ini lokasinya terlalu berat ke barat,” ucapnya.

Selama kurang dari satu jam, Bambang menjawab pertanyaan kami. Ia tampak santai setelah menghadiri sebuah acara di Lemhanas (Lembaga Ketahanan Nasional). Dengan terbuka pula, ia mempersilakan Katadata.co.id untuk mengambil gambar suasana ruang kantornya.

Berikut petikan wawancaranya:

Sudah berapa lama Bappenas mengkaji rencana pemindahan ibu kota?

Sejak 1,5 tahun lalu.

Apa urgensinya?

Ini adalah bagian strategis mengurangi beban Pulau Jawa. Karena 150 juta orang tinggal di pulau ini. Di Jawa juga sebagai sumber pangan. Itu konversi lahan akan makin parah. Kita jadi susah untuk swasembada pangan. Kita harus mengurangi beban Pulau Jawa.

Ini akan menjadi target Presiden Joko Widodo?

Makanya harus diupayakan 2024 pemindahan dan asas legalitasnya dipenuhi.

Memang ada legalitas yang kurang?

Penentuan undang-undang tentang daerah khusus ibukota.

Draft-nya sudah disusun?

Belum, karena yang sudah ada adalah undang-undang Jakarta sebagai ibu kota.

Ada kekhawatiran mentok di parlemen?

Sepertinya tidak. Kita bicara kepentingan bangsa dan negara, bukan proyek yang mengada-ngada. Ini untuk menciptakan Indosentris karena selama ini lokasinya terlalu berat ke barat. Dan penentuan Jakarta sebagai ibu kota itu kan dari Belanda.

(Baca: Perpindahan Ibu Kota, Jokowi Sebut Luas Gunung Mas Paling Cocok)

Sudah ada satu kota yang terpilih?

Proses penentuan lokasi masih berlangsung, yang pasti di Kalimantan. Sekarang kami sedang melakukan kajian detail teknis. Targetnya tahun ini sudah ditentukan dari ketiga kandidat.

Termasuk Bukit Soeharto (Kalimantan Timur) dan Gunung Mas (Kalimantan Tengah)?

Ya, intinya Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan yang menjadi pertimbangan

Kalimantan Timur kabarnya yang paling ideal dari ketiga kandidat?

Mungkin dari segi kedekatan kota yang sudah fungsional, misalnya Samarinda, ya benar Kalimantan Timur.

Secara kontur alam, Kalimantan punya banyak kelebihan?

Di sana memang paling kecil kemungkinan terjadi bencana alam.

Kalau sosial budaya?

Berapa banyak pendatang dan penduduk asli nanti kami perhatikan. Kalau terbiasa kan bagus.

Tapi bukankah banyak daerahnya lahan gambut?

Tidak semua. Mungkin salah persepsi ya tentang Kalimantan. Yang lahan gambut primernya besar di Kalimantan Tengah, khususnya Palangkaraya. Begitu di bagian utara, tidak gambut. Kalimantan Selatan dan Timur juga tidak gambut.

Tentunya daerah lahan gambut bukan yang dipilih sebagai ibu kota?

Ya, pasti. Tapi Kalimantan Tengah kan wilayahnya luas. Waktu Presiden (Joko Widodo) berkunjung ke Gunung Mas, itu di wilayah utara, tidak gambut.

Kalau air?

Di lahan gambut memang airnya bermasalah. Kalau di Kalimantan Timur kan tidak ada masalah karena ada Sungai Mahakam dan bendungan yang sedang dibuat Kementeriaan Pekerjaan Umum. Kalau ngomong air bersih, di Jakarta juga kerepotan karena hanya mengandalkan Bendungan Jatiluhur.

(Baca: Ibu Kota Baru Butuh 40 Ribu Hektare, Pemerintah Pakai Tanah Negara)

Bagaimana perencanaan zonasinya?

Intinya, kota itu akan terbagi beberapa zona atau distrik. Ada satu wilayah yang disebut government district. Distrik ini tidak hanya eksekutif, tapi juga legislatif dan yudikatif.

Awalnya, kami akan fokus pada tiga zona, pemerintahan, residensial, dan pendukung. Lalu, nanti akan ada perkembangan yang lebih luas. Yang pasti rencananya kota ini akan didikung sampai 1,5 juta orang.

Ada kekhawatirkan calo lahan yang mulai bermain di wilayah potensial jadi ibu kota baru?

Ketika memilih lokasi, kami akan pastikan lahan itu dikuasai pemerintah atau BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Begitu kami menentukan di mana lokasinya, Kementrian ATR/BPN  (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) punya kewenangan mem-freeze harga tanah tersebut sehingga tidak akan menimbulkan spekulasi atau ketidakpastian bagi calon investor.

Kami akan mencari lahan yang benar-benar milik pemerintah sehingga tidak perlu mengeluarkan banyak anggaran untuk pembebasan lahan.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria