Investasi Besar di Papua, Peluang dari Defisit Pupuk Dunia

Katadata | Joshua Siringoringo
Direktur Utama PT Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi.
Penulis: Safrezi Fitra
8/6/2021, 09.00 WIB

Dalam lima tahun ke depan, sekitar 4,5 juta ton pabrik pupuk di Tiongkok diprediksi tutup karena sudah tua. PT Pupuk Kaltim ingin mengambil momentum ini dengan membangun pabrik baru dengan skala yang besar.

Saat ini Pupuk Kaltim memiliki tujuh pabrik di Kalimantan Timur. Rinciannya pabrik urea berkapasitas 3,43 juta metric ton (mt) per tahun, NPK sebesar 0,30 juta mt, biofertilizer 300 mt, speciality fertilizer 3.000 mt. Kemudian untuk pabrik amoniak produksinya mencapai 2,74 juta mt dan ammonium nitrate 75.000 mt.

Untuk membangun pabrik baru, Pupuk Kaltim harus mencari lokasi yang tepat dan dekat dengan sumber bahan baku gas. Masalahnya pasokan gas di Bontang semakin menipis. Makanya Pupuk Kaltim merencanakan ekspansi ke luar Kalimantan Timur. Wilayah yang menjadi pilihan adalah Bintuni, Papua, yang memiliki cadangan gas cukup besar.

Di wilayah timur Indonesia ini Pupuk Kaltim akan membangun pabrik urea, amoniak, dan metanol. Tak hanya pabrik, perusahaan juga akan membangun kawasan permukiman untuk karyawan dan fasilitas lainnya. Investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 40 triliun.

Bagaimana rencana dan persiapan Pupuk Kaltim dalam membangun pabrik baru di Papua ini, Tim Katadata Safrezi Fitra, Dini Apriliana, dan Muhammad Fikri, mewawancarai Direktur Utama Pupuk Kaltim Rahmadi Pribadi pada 6 Mei lalu. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana gambaran pasar industri pupuk saat ini?

Industri pupuk selalu terkait dengan penggunanya yaitu agrikultur. Nah, industri agrikultur, terutama sektor pangan itu sangat bergantung pada pertumbuhan penduduk. Jadi, agrikultur dan pupuk sebagai pendukungnya itu industri yang tidak ada matinya, karena penduduk selalu tumbuh.

Bahkan, saat ini muncul bibit-bibit tanaman unggulan seperti padi dan jagung yang pastinya membutuhkan pupuk lebih banyak per hektarenya. Jadi peluangnya semakin besar.

Amonia dan urea cukup menarik. Beberapa pabrik di Tiongkok itu sudah tua. Dalam lima tahun ke depan, kalau tidak salah sekitar 4,5 juta ton produksi urea di Tiongkok akan tutup. Momentum ini yang akan kami ambil.

Strategi pengembangan hilirisasi berbasis petrokimia dengan mengembangkan produk-produk baru bernilai tambah tinggi dan menambah kapasitas produksi.

Mumpung yang lain kesulitan, pabriknya tua sudah tidak efisien dan banyak ditutup, kami bangun baru. PKT punya kemampuan untuk memperluas kapasitas yang cukup besar.

Kenapa membangun pabrik di Papua?

Alasannya ada dua. Pertama, dorongan pemerintah ingin mengembangkan wilayah Papua dan kami sebagai BUMN melaksanakan tugas dan fungsi sebagai agen pembangunan.

Tetapi alasan korporasinya, sesuai rencana kerja ke depan kami memiliki dua root engine, yang satu industri petrokimia berbasiskan natural gas dan ini akan kita teruskan hilirisasinya. hilirisasi yang kita teruskan itu adalah produk-produk yang mempunyai pasar domestik yang kuat, yang bisa menggantikan impor. Misalnya kami akan mengembangkan soda-ash, amonium nitrat, dan metanol. Di rumpun yang kedua adalah rumpun industri baru berbasis reliable resources.

Pabrik Papua ini ada pada engine root 1. Papua Barat itu sumber gasnya itu melimpah sekali, tetapi tidak bisa diproduksi. Dalam rangka pengembangan perusahaan, tentu kami mencari sumber gas baru untuk menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Itulah alasan kenapa kita masuk Papua.

Prosesnya sudah sampai mana?

Rencananya kami akan membangun pabrik metanol, amonia dan urea, yang semuanya berbahan baku gas. Saat ini prosesnya sudah pada fase ujung dari finalisasi negosiasi gas, meliputi alokasi gasnya, jumlahnya, dan harganya.

Kebutuhan gasnya itu sekitar 200 mmscfd (juta kaki kubik per hari). Kami berharap bisa mendapatkan pasokan gas selama-lamanya. Seperti pabrik kami di Bontang yang sudah 43 tahun sampai sekarang tidak ada gangguan gas. Kami berharap paling tidak seperti di Bontang.

Bagaimana dukungan pemerintah?

Saya melihat dukungan pemerintah cukup besar untuk memastikan kesepakatan ini bisa tercapai. Mudah-mudahan dalam satu dua bulan ini harganya sudah bisa disepakati dan disetujui pemerintah.

Tentu pemerintah juga berkeinginan gas-gas yang sekarang masih ada di perut bumi ini bisa dimonetasi untuk memberikan nilai ekonomi. Melihat dari dukungan pemerintah saya cukup optimistis.

Apa proses selanjutnya?

Kami akan memastikan lokasi yang paling pas. Jadi prosesnya setelah kepastian gas, lahan, dan perizinan, kami akan melakukan feasibility studies (studi kelayakan), kajian bagaimana opsi pendaannya.

Menggandeng mitra atau PKT sendiri?

Kami sedang mengkaji opsi-opsi pendanaan. Skema pendaan semuanya terbuka, mengajak mitra strategis atau sendiri, dua-duanya bisa kami lakukan. Pertimbangannya tidak hanya finansial, tapi alasan-alasan strategis lainnya.

Opsi pendanaanya apa saja?

IPO (penawaran perdana saham di bursa) menurut saya salah satu yang cukup menarik. Karena partisipasi publik yang besar dan meningkatkan equitas. Apalagi sekarang kementerian sedang mendukung BUMN-BUMN IPO, supaya bisa lebih maju, transparan, dan tata kelolanya lebih baik.

Kami juga mengkaji opsi-opsi lain, dari obligasi, perbankan atau segala macam. Dari sisi equity, kami bisa IPO, mencari mitra strategis, dan sekarang yang lagi seru sovereign wealth fund (SWF), kemudian blended financing. Semuanya opsi itu sedang kami kaji. Pertimbangannya banyak, melihat kesiapan internal juga.

Proses kajiaannya sudah sejauh mana?

Untuk IPO, kami sedang dalam kajian dan penjajakan dengan lembaga keuangan. Banyak lembaga keuangan dari dalam negeri dan luar negeri yang kami ajak bicara, tapi saya tidak bisa umumkan namanya.

Strategic partner dan perbankan dari dalam dan luar negeri juga sudah kami ajak berdiskusi. Istilahnya memperkenalkan atau penjajakan awal.

Target pembangunan pabrik di Papua?

Kalau persiapan lahannya bisa selesai satu tahun, mungkin 2023 kami sudah bisa mulai membangun. Saya rasa mungkin sudah beroperasi penuh pada 2027.

Rencana pengembangan lain?

Rencana pengembangan kami ada dua, yakni industri petrokimia berbasis gas dan industri olikimia berbasis kelapa sawit yang itu sedang kami garap.

PKT memiliki anak perusahaan, namanya Kalianusa yang memiliki 8 ribu hektare kebun kelapa sawit dan pabriknya dengan kapasitas 30 ton per jam. Ke depan akan kami integrasikan dalam konsep pengembangannya dengan petrokimia. Karena yang natural gas kan non-reliable, makanya kami juga kembangkan reliable resources.

Kami ingin memanfaatkan produk petrokimia dikombinasikan dengan oleokimia agar menghasilkan produk-produk tertentu. Produk turunan oleokimia ini banyak, seperti fatty acid, fatty alcohol, fatty amine.  Pengembangan produk baru itu akan kami fokuskan pada subtitusi impor. Kami akan cari produk yang pasar domestiknya kuat

Tahap awal kami perkuat dulu kebun dan pabrik kelapa sawit, yang nantinya menjadi industri oleokimia yang terintegrasi. Sekarang kebunnya sudah mulai menghasilkan, tapi masih banyak yang belum berbuah, tanamannya masih muda. Kami berharap dalam 5 tahun ini konsep pengembangan olechemical industry sudah selesai.

Berapa belanja modal (capex) tahun ini?

Capex tahun ini tidak terlalu besar karena sedang kita inisiasi. Tetapi untuk lima tahun mencapai Rp 38 triliun (termasuk pembangunan pabrik di Papua). Puncaknya akan terjadi di tahun ke-3 dan ke-4. Karena terproses dan sekarang masih awal dari semua proyek itu.

Halaman selanjutnya terkait kinerja Pupuk Kaltim 2020 dan target 2021

Halaman: