Sejumlah lembaga survei memprediksi PPP tidak lolos parliamentary threshold pemilu 2024. Bagaimana PPP melihatnya?
Orang banyak berpendapat seperti itu karena melihat hasil survei kan, karena hasil surveinya itu selalu begitu. Nah, saya ingin sampaikan, dan ini selalu saya sampaikan artinya sudah berkali-kali. Sejak yang namanya survei politik, survei Pemilu itu dikenal dalam khasanah kehidupan demokrasi maka eggak pernah tuh surveinya PPP itu di atas threshold, di atas ambang batas, enggak pernah. Tapi sampai 2019 ya PPP kok tetap survive, bahkan orang geleng-geleng kepala.
Banyak teman-teman saya yang geleng-geleng kepala ketika PPP survive di pemilu 2019. Kenapa? karena sebulan sebelum Pemilu terjadi, ya, kan ada musibah yang menyangkut ketua umum PPP pada saat itu, persoalan OTT-nya Mas Rommy, tapi kok tetap survive? Ya memang kursi kami rontok, tapi secara suara sebetulnya tidak kemudian menjadi habis ya.
Nah, jadi di internal kami itu sampai ada rumus begini “eh hasil survei kami berapa gitu.” Nah yang terakhir kalau kami ambil contoh misalnya hasil surveinya litbang Kompas itu 2,9, margin errornya berapa? Margin errornya kan sekamir 2,8, saya selalu bilang “ya sudah, berarti kami itu hasil survei plus margin error.”
Jadi saya selalu bilang sama teman-teman “sudahlah, kami itu jangan mengimani hasil survei, ya kami lihat untuk jadi pelecut supaya kami semangat.
Apakah semangat survive ada di seluruh level internal PPP?
Kelihatan. Sekarang ini kami bicara untuk pemilu 2024, ini kecuali nanti Allah menentukan lain, ya. Dari sisi prinsip ainul yaqin dan kami melihat, menganalisis berbasis ilmu dan berbasis apa yang kami lihat, justru untuk menghadapi pemilu 2024 ini struktur PPP dari mulai DPP sampai tingkat ranting di desa-desa itu pergerakannya luar biasa. Dibandingkan dengan yang saya rasakan untuk pemilu 2014 dan 2019.
Saya kebetulan facebookers, dan juga aktif di instagram. Saya memonitor itu dari aktivitas yang mereka jalankan, bukan mereka laporan, mereka jalan karena mereka posting, foto atau video pendeknya itu luar biasa terlihat kegiatannya.
Yang kedua, boleh dibilang mudah-mudahan jangan sampai kasus hukum pada level pimpinan yang menyangkut PPP terjadi lagi. Jadi itu tentu akan memberikan persepsi yang positif juga ya. Terus kami juga tetap bersuara kritis kalau kami bicara keadilan. Ketika misalnya di kasus-kasus tertentu katakanlah penembakan km 51 yang sangat ramai itu, ya kami bicara, ya, keras. Apa yang saya sampaikan dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung itu juga viral. Kemudian kami juga bicara keras, saya termasuk yang bicara keras ya ketika soal Wadas dan lain sebagainya. Itu akan kami lakukan.
Meskipun kadang-kadang ketika kami bicara keras diasosiasikan dengan pembelaan kelompok yang “dilabeli kurang NKRI” tapi buat saya urusannya bukan soal NKRI atau bukan. Ini urusan keadilan dan kemanusiaan. Siapapun kalau diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi harus kami bela, harus kami suarakan.
Bagaimana pandangan PPP tentang ada anggapan bahwa politik itu mahal?
Mahal itu begini. Mahal, iya karena butuh modal ya kan. Tapi ingat, modal dalam politik itu menurut saya tidak melulu modal finansial, ada juga modal sosial. Saya mempercayai semakin tinggi, semakin besar modal sosial yang dimiliki oleh seorang caleg, maka modal finansial yang dia butuhkan semakin kecil. Tapi semakin dia kecil atau enggak ada malah modal sosialnya, untuk kemudian dia bisa terpilih dia akan perlu modal finansial.
Maka dari satu tahun yang lalu kami sudah minta sama kader-kader kami, kami sudah mengundang juga orang-orang luar yang mau nyaleg di PPP untuk membentuk modal sosialnya di dapil. Itu satu-satunya cara untuk mengurangi model finansial. Jadi kalau kami itu bicara misalnya soal modal yang mahal, itu iya. Tapi mahal itu jangan kemudian selalu dikaitkan dengan jumlah uang.
Bagaimana PPP mengatur pembiayaan kampanye?
Pertama undang-undang partai politik itu memang membolehkan orang untuk menyumbang partai politik. Kalau perorangan itu ada aturannya, kalau perusahaan itu sampai Rp 25 miliar. Nah dalam perjalanannya PPP juga dapat sumbangan dari kami yang jadi anggota fraksi. Kami nyumbang dengan cara dipotong gaji dan tunjangan kami. Itu jadi sumbangan untuk modal awal dalam menghadapi pemilu. Dan itu mulai dari DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Yang kedua PPP juga dapat sumbangan juga dari pihak-pihak lain ya. itu tidak bisa dipungkiri. Dari sumbangan-sumbangan itu kami kumpulkan, itulah yang kami pergunakan nanti untuk pembiayaan pemilu terutama untuk saksi, karena ini enggak murah juga.
Berapa budgetnya?
Ya kami belum tentukan, tetapi kami tentu tidak jauh dari partai-partai lain. Saya mau kasih contoh kalau saksi di partai lain itu diupah Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu, ya PPP ada juga di sekitar itu. Meskipun tentu mungkin tidak seperti partai yang kaya atau yang besar.
Munculnya semangat ranting dan cabang, apakah berkaitan dengan keputusan PPP yang cepat memutuskan capresnya?
Gak juga. Jadi hasil 2019 atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum pemilu 2019 itu memang menjadi bahan introspeksi dan koreksi di kami jajaran partai dari atas ke bawah. Contoh misalnya saya kan yang ada di jajaran atas pada waktu itu, hampir setiap hari saya diingatkan oleh teman-teman jajaran partai di bawah itu untuk hati-hati, untuk tidak lagi mengulang seperti dulu gitu ya, nah jadi ini yang kami coba untuk untuk mempertahankan.
Terkait capres tidak mudah bagi kami. Selama ini siapapun yang kami pilih, siapapun yang kami putuskan melalui mekanisme permusyawaratan di partai pasti ada yang resisten. Dalam arti ada yang kemudian tidak mengikuti putusan itu. Nah saya sampaikan sebagai fungsionaris partai, jadi ini selalu saya sampaikan ketika teman-teman dari daerah datang ke Jakarta, bahwa tugas utama kami sebagai kader sebagai struktur, sebagai akar rumput PPP itu adalah mengembalikan suara partai yang hilang di 2019 untuk kembali kepada posisi syukur-syukur seperti pemilu 2004, minimal seperti pemilu 2014 ketika kami punya 39 kursi.
“Kalau anda–Ini untuk akar rumput ya, untuk konstituen – kalau anda enggak cocok dengan capres yang kami putuskan, kami akan hormati anda untuk berbeda”. Tentu memang ini tidak bisa kalau terhadap struktur partai, kalau struktur partai karena dia itu asumsinya terlibat dalam proses pengambilan keputusan, ya enggak boleh berbeda.
Konsekuensinya apa? Konsekuensinya saya sampaikan kepada teman-teman, kalau di daerah Anda ternyata apa yang dibutuhkan oleh PPP itu tidak bisa diterima oleh akar rumput atau konstituen PPP non struktural, enggak usah diajak berantem, justru kemudian kewajiban kami mengatakan “ya sudah kalau memang anda tidak bisa mengikuti kami dalam soal pilpres, yang penting, kalau istilah saya, untuk pilegnya penuhi gerbong PPP.
Kebebasan dalam memilih capres ini apakah menjadi kebijakan partaI?