Menjadi “pariah” politik di penghujung 2015 akibat skandal “Papa Minta Saham”, tak sedikit yang memprediksi bahwa 2016 menjadi tahun kelam bagi karir politik Setya Novanto. Politisi partai Golkar ini mundur dari jabatan Ketua DPR, posisi yang kemudian ditempati sekondannya, Ade Komarudin. Namun, Setya yang dikenal sebagai politikus licin, selalu lolos dari berbagai skandal, justru menjadi orang nomor satu di partai berlogo beringin itu melalui Munas yang digelar Mei.
(Baca: MK Kabulkan Gugatan Setya Novanto, Rekaman "Papa Minta Saham" Ilegal)
Politisi yang pernah menjadi anggota DPR tanpa mewakili satu wilayah pun—karena daerah pemilihannya, Timor Timur, menjadi negara merdeka, kemudian mengubah haluan partai dari oposisi menjadi mendukung pemerintahan Joko Widodo. Pilihan yang menghasilkan satu kursi kabinet bagi partai itu pada reshuflle Juli lalu. Setya terus bersinar, ia bahkan melenggang dengan mulus untuk kembali menjadi Ketua DPR, tanpa kontroversi berkepanjangan.
(Infografik: Menteri Baru Kabinet Jokowi-Kalla)
Adapun di ibukota, pemilihan Gubernur DKI Jakarta menjadi keriuhan yang mengundang perhatian seantero negeri. Langkah kandidat petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk kembali berkantor di Balai Kota menjadi kian berat dengan tuduhan penistaan agama yang memicu dua demo besar pada November dan Desember ini. Ahok bahkan harus duduk di kursi pesakitan dalam sidang kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
(Baca: Isi 8 Halaman Nota Keberatan Ahok atas Kasus Penodaan Agama)