KATADATA ? Tim ekonomi kabinet pemerintah Jokowi dan Susilo Bambang Yudhoyono jilid I sama-sama mendapatkan respons negatif dari pelaku pasar saat diumumkan. Pelaku pasar menilai nama-nama tim ekonomi yang diusung oleh masing-masing Presiden tidak sesuai dengan ekspektasi mereka.
Sehari setelah diumumkan oleh presiden Jokowi, tim ekonomi Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla direspons negatif dengan penurunan indeks harga saham gabungan sebesar 1 persen pada Senin, 27 Oktober. Kendati Menko Perekonomian Sofyan Djalil mencoba meyakinkan bahwa tim ekonomi bisa memberi kepercayaan bagi pelaku pasar, penurunan IHSG tetap berlanjut sebesar 0,46 persen pada hari berikutnya menjadi 5.001,30.
Kondisi ini tak jauh berbeda saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan Kabinet Indonesia Bersatu I pada 21 Oktober 2004. Saat itu, IHSG sempat menurun 0,8 persen. Namun, pada hari berikutnya, saham kembali menguat 1,8 persen menjadi 850,77.
Tak bisa dimungkiri, dari sisi ekspektasi pasar, tim ekonomi Jokowi maupun SBY jilid I belum memenuhi harapan pasar. Sofyan Djalil yang memimpin para menteri ekonomi Jokowi dianggap kurang mumpuni karena tidak memiliki latar belakang kuat di sektor makroekonomi. Sedangkan, Aburizal Bakrie yang menjabat Menko Perekonomian di era SBY juga bukan ekonom kawakan, melainkan lebih dikenal sebagai pengusaha dan politisi Golkar.
Di sejumlah posisi strategis lainnya, seperti Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM, kedua pemerintah sama-sama menempatkan profesional. Misalnya, untuk Menteri Keuangan. Jokowi memilih Bambang Brodjonegoro dianggap menguasai bidang fiskal dan makroekonomi. Akan halnya SBY menempatkan Jusuf Anwar, seorang ekonom yang kala itu masih diragukan kapasitasnya. Setahun kemudian, posisi Jusuf Anwar diganti oleh Sri Mulyani yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Untuk sejumlah posisi kementerian lainnya, Jokowi dan SBY tidak bisa menghindari untuk menempatkan menteri asal partai politik. Presiden SBY yang terpilih dengan suara 61 persen dan jumlah koalisi lebih mendominasi di parlemen menempatkan wakil parpol lebih banyak dibandingkan Jokowi yang mendapatkan suara 53 persen serta didukung oleh 44 persen kursi di parlemen.
Namun, jumlah wakil parpol di tim ekonomi SBY lebih banyak (5 menteri) dibandingkan di tim Jokowi sebanyak 4 menteri. Tiga pos kementerian yang menjadi jatah Parpol hampir tidak berbeda di masa kedua presiden, yakni adalah Menteri Tenaga Kerja, Menteri Kehutanan dan Menteri Koperasi. Untuk beberapa pos menteri lainnya, jatah Parpol SBY dan Jokowi berbeda.