Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Keputusan ini guna mempertahankan operasional BPJS Kesehatan agar tetap berjalan dan menutup defisit keuangan. Naiknya iuran BPJS Kesehatan tertuang adalam Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020.
“Proyeksinya kalau nanti Perpres 64 berjalan, kami hampir tidak defisit,” kata Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris pada Selasa (14/5). (Baca: Iuran Naik, BPJS Kesehatan Berpotensi Tak Defisit Keuangan Tahun Ini)
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini berlaku bagi seluruh peserta mandiri, dari kelas I hingga III mulai Juli 2020. Iuran akan naik 88% menjadi Rp 150.000 per orang per bulan bagi peserta kelas I. Untuk kelas II, iuran meningkat 96% menjadi Rp 100.000. (Baca: Beban BPJS Kesehatan Semakin Besar)
Sementara itu, skema bertambahnya iuran peserta kelas III akan meningkat Rp 42.000 atau naik 64,7%. Untuk tahun ini, peserta hanya akan membayar Rp 25.500, sedangkan tahun depan subsidi dari pemerintah berkurang sehingga perlu membayar Rp 35.000.
(Baca: Iuran BPJS Naik, DPR: Pemerintah Tidak Peka Terhadap Kondisi Rakyat)
Kendati demikian, kebijakan menaikkan iuran tersebut dianggap melawan putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan rencana kenaikan pada Februari lalu. MA menilai adanya defisit ditengarai kesalahan manajemen, sehingga tak bisa dibebankan kepada masyarakat. Selain itu kenaikan iuran tak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat.