Menjadi salah satu pihak yang mengalami tamparan keras akibat pandemi –yang bahkan menyebabkan resesi, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia terus berupaya menerapkan praktik bisnis ramah lingkungan. Hal tersebut terungkap dari survei yang dilakukan oleh dua peneliti senior Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Poppy Ismalina dan Rokhima Rostiani, terhadap 1.073 pelaku UMKM di Tanah Air.
Survei tersebut menemukan bahwa mayoritas UMKM di Indonesia menerapkan praktik bisnis ramah lingkungan. Hal ini menarik, mengingat 96 persen responden mengakui mengalami penurunan omzet. Bahkan 27 persen UMKM yang disurvei mengalami penurunan omzet mencapai di atas 60 persen.
Adapun praktik ramah lingkungan yang dilakukan UMKM mulai dari hal kecil, seperti mematikan lampu setelah selesai bekerja, menghemat penggunaan AC, menanam tanaman di sekitar tempat kerja, pemanfaatan transportasi ramah lingkungan, hingga mengolah limbah dan sampah. Para pelaku UMKM percaya praktik ramah lingkungan dapat memberi citra yang baik, membuat bisnis bertahan lama, dan mampu bersaing lebih baik.
Selain itu hasil survei juga menunjukkan, bantuan pemerintah terkait praktik ramah lingkungan juga banyak diharapkan. Bantuan tersebut berupa penyuluhan terkait penghematan listrik, air, dan bahan bakar untuk proses produksi, pelatihan pengelolaan limbah dan sampah, pengembangan dan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dan penyuluhan pengolahan limbah dan sampah.
Berdasarkan temuan survei tersebut, dua peneliti senior FEB UGM pun memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, pemerintah mendukung komitmen UMKM dalam menerapkan praktik bisnis hijau lewat insentif. Rekomendasi kedua adalah UMKM ditempatkan sebagai prioritas kebijakan ekonomi, dengan mengalokasikan sumber daya lebih besar. Terakhir, menjadikan pandemi Covid-19 sebagai momentum merealisasikan ekonomi hijau lewat dukungan terhadap UMKM yang menempatkan lingkungan, manusia, dan ekonomi dalam satu kesatuan.