Mantan ilmuwan Pfizer, Mike Yeadon, menyebarkan informasi mengenai ketidakefektifan vaksin Covid-19 melawan varian baru virus corona di media sosial. Menurutnya, vaksinasi tak mempan melawan virus yang telah bermutasi.

Alhasil, setiap orang tetap rentan tertular meski telah melakukan vaksinasi atau pernah tertular Covid-19. Namun klaim Yeadon tak terbukti secara ilmiah. (Baca: Amankah Menerima Vaksinasi Covid-19 Saat Haid?)

Dari sejumlah penelitian, vaksinasi Covid-19 dan mantan penyintas Covid-19 memang tak dijamin kebal terhadap virus corona. Meski demikian, tingkat imunitas yang melindungi mantan pasien Covid-19 terhadap potensi re-infeksi mencapai 95,2%.

Selain itu, tiap merek vaksin yang beredar memiliki tingkat keampuhan (efikasi) yang berbeda-beda guna melawan varian baru corona. Angka efikasinya berkisar pada 50-89,5%, tergantung pada merek vaksin yang digunakan dan varian virus yang menyerang.

Mengutip dari Science Mag, penelitian menunjukkan bahwa dua dosis vaksin CoronaVac yang diproduksi Sinovac ternyata tak meningkatkan kemampuan virus SARS-CoV-2 untuk menghindari vaksin. (Baca: Adu Balap Covid-19 Malaysia dan Indonesia)

“Ini merupakan kabar baik dan mendukung keberlanjutan penggunaan vaksin ini di Brasil dan negara-negara lain dari varian yang sama,” ujar dokter dan peneliti Oswaldo Cruz Foundation, Julio Croda yang juga memimpin studi tersebut. (Baca: Ancaman Jamur Hitam Pasca-Corona di India)

Mutasi virus corona tetap dapat dilawan melalu vaksinasi. Meski efikasi berkurang, tapi tindakan tersebut masih jalan terbaik untuk melindungi masyarakat dari virus corona. Dengan begitu informasi yang menyebut vaksin tak mempan melawan varian baru virus corona adalah keliru. 

Konten cek fakta ini kerja sama Katadata dengan Google News Initiative untuk memerangi hoaks dan misinformasi vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.