Presiden Joko Widodo mengakui pelayanan perizinan di pemerintahan masih bermasalah. Dia mencontohkan perizinan penyelenggaraan acara yang masih berbelit-belit, rumit, dan panjang.
Jokowi, panggilan Joko Widodo, mencontohkan penyelenggaraan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat yang membutuhkan izin panjang. Penyelenggara harus mengurus surat persetujuan dari desa, Kepolisian Sektor (Polsek), Kepolisian Resort (Polres), Kepolisian Daerah (Polda), sampai Kepolisian RI (Polri).
Dalam kesempatan lain, dia juga mendengar acara yang dibatalkan meski sudah berizin. Alasan pembatalan ini biasanya karena keamanan.
“Saya nggak sekali-dua kali mendapatkan keluhan itu. Keamanan itu tugasnya aparat kepolisian untuk menyelesaikan agar dari yang tidak aman menjadi aman,” katanya dalam sebuah acara di Kebayoran, Senin, 24 Juni. (Baca: Mengapa Jutaan Gen Z Indonesia Menganggur dan Terjebak NEET?)
Jokowi juga menyinggung kementerian yang bermasalah dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena mematikan perizinan daring (online). Karena perizinan online dimatikan, proses kembali dilakukan manual lewat pertemuan.
“Artinya ketema-ketemu lagi. Dan akhirnya ditangkap oleh KPK. Saat itu langsung ditangkap oleh KPK karena saya datang ke sana,” ujarnya.
Keluhan Presiden tersebut sejalan dengan temuan dalam survei yang dilakukan Bank Dunia. Dalam World Enterprise Survey 2023, Bank Dunia menemukan korupsi memang masih menjadi salah satu hambatan dalam berbisnis. Sebanyak 20,3% perusahaan yang disurvei mengakui pernah mengalami setidaknya satu insiden dimintai pungutan liar (pungli).
Permintaan ini lebih sering ditemui saat mengurus izin konstruksi yang dialami 28% perusahaan. Kemudian sebanyak 14,3% perusahaan dimintai pungli ketika berurusan dengan petugas pajak.