Pemerintah menyiapkan paket kebijakan untuk mengatasi dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%. Paket kebijakan ini disiapkan untuk menjaga daya beli masyarakat yang dikhawatirkan bakal semakin menurun.
“Pemerintah menyediakan beberapa insentif, khususnya bagi rumah tangga berpenghasilan rendah untuk menjaga daya beli,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin, 16 Desember.
Paket kebijakan ini terdiri dari PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) dan bentuk-bentuk insentif lainnya. PPN DTP 1% misalnya, diberikan untuk barang kebutuhan pokok, termasuk Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.
Selain itu, PPN DTP juga diberikan untuk pembelian rumah hingga Rp5 miliar, di mana Rp2 miliar pertamanya ditanggung pemerintah 100% selama Januari sampai Juni 2025. Sedangkan PPN DTP 50% diberikan selama paruh kedua 2025.
Di sektor kendaraan bermotor, pemerintah menanggung PPN untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), yaitu PPN DTP 10% untuk KBLBB Completely Knock Down (CKD).
Selain PPN DTP, pemerintah juga menanggung Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 15% untuk impor KBLBB CKD dan Completely Built Up (CBU), serta 3% untuk kendaraan hybrid. Pemerintah juga membebaskan tarif bea masuk untuk KBLBB CBU.
Pemerintah juga memberikan paket kebijakan lain untuk masyarakat berpendapatan rendah berupa bantuan beras 10 kg/bulan untuk kelompok rumah tangga dalam desil satu dan dua (masyarakat dalam 20% tingkat kesejahteraan terendah). Selain itu, rumah dengan daya listrik hingga 2.200 VA bakal mendapat diskon 50% selama dua bulan.
Insentif juga bakal diberikan pada pekerja sektor padat karya, yang mana pemerintah bakal menanggung PPh 21. Pemerintah juga memberikan diskon 50% iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk 3,76 juta pekerja selama enam bulan.
Bagi pekerja sektor padat karya yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), pemerintah juga bakal memberikan kemudahan akses Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan Kartu Prakerja.
“Artinya BPJS (Ketenagakerjaan) ini akan membuat mekanisme yang lebih mudah, sehingga perubahannya adalah masa klaim bisa diperpanjang sampai dengan enam bulan, dan manfaatnya 60% untuk enam bulan,” kata Airlangga.
Pemerintah juga memberikan insentif untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berupa perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5% dan pembebasan PPh final untuk UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta. Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi kredit investasi industri padat karya.
Meski tebar paket kebijakan, sejumlah pengamat menyebut kebijakan ini berpotensi hanya memberikan dampak sementara terhadap daya beli masyarakat.
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menilai, kebijakan ini tidak akan efektif menjaga daya beli masyarakat dalam jangka panjang. Pasalnya, durasi bantuan relatif singkat dibandingkan efek PPN 12% yang berkepanjangan.
“Paket kebijakan ekonomi pemerintah cenderung berorientasi jangka pendek,” kata Direktur CELIOS Bhima Yudhistira, Selasa, 17 Desember.
Selain itu, sejumlah insentif juga dinilai tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini, terutama masyarakat kelas menengah. Kebijakan juga tidak menyelesaikan permasalahan utama dari kondisi perekonomian Indonesia saat ini, yang salah satunya karena penciptaan lapangan pekerjaan yang minim.