Biografi Sunan Muria, Anggota Wali Songo Termuda

Freepik
Al-Quran sebagai kitab umat Islam yang menjadi bahan dakwah Sunan Muria.
Editor: Agung
24/4/2024, 16.00 WIB

Sunan Muria adalah salah satu dari sembilan wali atau wali songo, yang merupakan salah satu penyebar agama Islam di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Di antara sembilan wali, ia merupakan yang termuda.

Ia dikenal aktif dalam dakwah di wilayah Jawa Tengah, terutama di Gunung Muria, yang terletak sekitar 18 kilometer dari Kota Kudus Saat ini, tempat di mana Sunan Muria menyebarkan dakwahnya berada di wilayah Desa Colo, Kecamatan Gawe, Kudus, Jawa Tengah.

Berkaitan dengan itu, menarik mengetahui biografi Sunan Muria. Simak penjelasan selengkapnya dalam ulasan berikut ini.

Ilustrasi Al Quran (Freepik)

Menyebarkan Islam dengan Merangkul Tradisi Lokal dan Seni

Sunan Muria, yang lahir sekitar tahun 1450, merupakan salah satu dari Wali Songo yang berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Dikenal dengan nama asli Raden Umar Said, beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh, putri Syekh Maulana Ishaq.

Sejak kecil, Sunan Muria telah dididik dalam ajaran Islam oleh ayahnya. Beliau juga berguru kepada Ki Ageng Ngerang, seorang ulama ternama. Ada dua versi mengenai pernikahan Sunan Muria, yaitu dengan Dewi Roro Noyorono putri Ki Ageng Ngerang, atau dengan Dewi Sujinah, adik Sunan Kudus dan putri Sunan Ngudung.

Berbeda dengan para Wali Songo lainnya, Sunan Muria lebih memilih untuk berdakwah di daerah terpencil. Ia merangkul tradisi lokal dan mengajarkan keterampilan praktis seperti bercocok tanam, berdagang, dan seni kepada masyarakat. Salah satu contohnya adalah mengubah tradisi bancakan menjadi kenduri untuk mendoakan leluhur dengan cara Islam.

Meskipun menggunakan pendekatan moderat, Sunan Muria tetap menjaga kemurnian Islam. Beliau meneruskan pendekatan Sunan Kalijaga dengan menyelaraskan ajaran Islam dengan tradisi budaya Jawa, seperti dalam tradisi kenduri setelah kematian seseorang. Tradisi tersebut dimodifikasi dengan menggantikan praktik-praktik klenik dengan berdoa dan shalawat.

Sunan Muria juga menciptakan berbagai karya seni tradisional Jawa untuk media dakwahnya, seperti macapat, lagu Jawa, lagu sinom, dan kinanti. Karya-karyanya ini mengajak umat Islam untuk mengamalkan ajaran agama.

Berkat dedikasinya, Sunan Muria berhasil menyebarkan Islam di berbagai wilayah, terutama di lereng Gunung Muria, Kudus, Pati, Juana, dan pesisir utara Jawa. Beliau lebih memilih berdakwah kepada rakyat jelata daripada kaum bangsawan, sehingga ajarannya dapat menjangkau masyarakat luas.

KOMPLEKS MAKAM SUNAN MURIA KUDUS (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/YU)

Wali Songo yang Peduli Lingkungan dan Sosok Pemecah Masalah

Sunan Muria adalah salah satu dari Wali Songo yang sangat peduli terhadap kelestarian lingkungan. Beliau mengajarkan masyarakat untuk meruwat atau merawat bumi sebagai bagian dari ajaran Islam.

Beberapa ajaran yang disampaikan dalam meruwat bumi antara lain tradisi Guyang Cekathak (tradisi meminta hujan), Buah Parijoto (ziarah ke makam Sunan Muria), dan Tembang Macapat Sinom Parijotho (tembang ciptaan Sunan Muria).

Selain itu, Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang terlibat langsung dalam masyarakat, dengan menyasar para nelayan, pedagang, pelaut, dan rakyat jelata lainnya. Dia adalah satu-satunya wali yang mempertahankan penggunaan gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam.

Keterampilan Sunan Muria dalam pertanian, perdagangan, dan navigasi laut juga menjadi bagian penting dalam dakwahnya. Dia menjadi penengah dalam konflik internal Kesultanan Demak (1518-1530) dan dikenal sebagai pemecah masalah yang handal, mengatasi berbagai konflik meskipun kompleks.

Sunan Muria berhasil memberikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik. Dakwahnya tersebar dari Tayu, Jepara, Juana, hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dari dakwahnya melalui seni adalah penciptaan lagu Sinom dan Kinanti.

Tempat dakwahnya terletak di sekitar Gunung Muria, yang kemudian diperluas hingga mencakup Tayu, Kudus, Juana, dan lereng Gunung Muria. Sunan Muria dikenal sebagai Sunan Muria karena tinggal di Gunung Muria. Makamnya di Desa Colo selalu ramai oleh peziarah, dengan sekitar 15.000 pengunjung setiap harinya.

Sunan Muria meninggal pada tahun 1551 dan dimakamkan di lereng Gunung Muria, Kecamatan Colo, sekitar 18 kilometer dari Kota Kudus. Di sekitar makamnya, terdapat 17 makam prajurit dan abdi dalem yang dipercaya sebagai pengawalnya.