Sejarah Panitia Sembilan, Anggota dan Tujuannya

kebudayaan.kemdikbud.go.id
Ilustrasi, sidang BPUPKI.
Penulis: Tifani
Editor: Agung
8/8/2023, 10.49 WIB

Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Panitia kecil ini dibentuk pada akhir sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI pada 22 Juni 1945.

BPUPKI dipimpin oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Mereka bertugas merumuskan di antaranya bentuk negara dan dasar filsafat negara.

Latar Belakang Panitia Sembilan

Panitia Sembilan (Buku Saya Indonesia Saya Pancasila Pendidikan PPKn)

Dikutip dalam buku Islam dan Politik oleh Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, sebelumnya terjadi perdebatan antara wakil-wakil umat Islam dan pemimpin nasionalis. Pandangan nasionalisme tidak mau membawa agama ke dalam masalah kenegaraan.

Sementara itu, golongan Islam mengusulkan Islam sebagai dasar filosofis negara. Hingga akhir sidang pertama 1 Juni 1945, belum diperoleh kesepakatan yang bulat tentang rumusan dasar negara.

Kemudian di tanggal 22 Juni 1945 pagi, bertempat di gedung kantor Djawa Hokokai, sdibentuk panitia kecil dan sejumlah anggota BPUPKI menggelar rapat. Rapat di gedung kantor Djawa Hokokai tersebut di antaranya menyepakati pembentukan panitia kecil lain yang kemudian disebut Panitia Sembilan dengan maksud untuk menyusun rumusan dasar negara.

Anggota Panitia Sembilan ditugaskan untuk mengumpulkan dan menyelidiki usul-usul mengenai perumusan dasar negara untuk dibahas pada sidang BPUPKI selanjutnya.

Anggota Panitia Sembilan

Anggota Panitia Sembilan yaitu:

  1. Ir. Soekarno (Ketua)
  2. Mohammad Hatta (Wakil Ketua)
  3. Muhammad Yamin (Anggota dari Golongan Nasionalis)
  4. A.A Maramis (Anggota dari Golongan Nasionalis)
  5. Achmad Soebardjo (Anggota dari Golongan Nasionalis)
  6. Kyai Haji Wahid Hasyim (Anggota dari Golongan Islam)
  7. Abdulkahar Muzakkir (Anggota dari Golongan Islam)
  8. Haji Agus Salim (Anggota dari Golongan Islam)
  9. R. Abikoesno Tjokrosoejoso (Anggota dari Golongan Islam)

Tugas Panitia Sembilan

Berikut ini adalah tugas Panitia Sembilan, yaitu:

  1. Merumuskan dasar negara Indonesia.
  2. Memberikan masukan secara tulisan dan lisan serta membahas dan merumuskan dasar negara Indonesia.
  3. Menampung masukan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan pembentukan dasar negara.
  4. Menyusun rancangan naskah dasar negara Indonesia.

Usulan Dasar Negara Panitia Sembilan

Rumusan dasar negara menurut Piagam Jakarta (www.sejarahone.id)

Dikutip dari modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Paket B Tingkatan III karya Nanik Pudjowati, usulan yang masuk kemudian dikelompokkan oleh Panitia Sembilan ke dalam beberapa golongan antara lain:

  1. Usul yang meminta untuk Indonesia merdeka selekas-lekasnya
  2. Usul mengenai dasar negara
  3. Usul mengenai soal unifikasi dan federasi
  4. Usul mengenai bentuk negara dan kepala negara
  5. Usul mengenai warga negara
  6. Usul mengenai daerah
  7. Usul mengenai soal agama dan negara
  8. Usul mengenai pembelaan
  9. Usul mengenai soal keuangan

Piagam Jakarta

Setelah pembentukannya, anggota Panitia Sembilan kemudian mengadakan rapat pertemuan di kediaman Ir. Sukarno pada 22 Juni 1945. Rapat pertemuan dilakukan dalam rangka menjalankan tugas mereka, yakni menangani usulan rancangan dasar negara untuk persiapan kemerdekaan Indonesia.

Hasil kesepakatan dari rapat tersebut, kemudian melahirkan naskah rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta atau "Jakarta Charter". Piagam Jakarta dinamai oleh Muhammad Yamin, sedangkan Ir. Sukarno menyebut rancangan pembukaan undang-undang dasar tersebut dengan "Mukadimah".

Isi Piagam Jakarta

Isi Piagam Jakarta terdiri dari empat alinea yang kemudian menjadi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Djakarta, 22-6-1945
Panitia Sembilan

Perubahan Piagam Jakarta

Pada sore hari, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, terjadi perubahan isi Piagam Jakarta. Saat itu, Mohammad Hatta didatangi perwakilan dari Indonesia bagian timur.

Mereka menyampaikan bahwa ada perwakilan dari Katolik dan Protestan yang merasa keberatan dengan kalimatan dalam Piagam Jakarta, yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Kemudian, Hatta mengajak beberapa tokoh, seperti KH Wahid Hasyim, Mr Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Mr Teuku Mohammad Hasan, untuk melakukan rapat sebelum sidang PPKI dimulai. Hasilnya, mereka sepakat menghilangkan kalimat yang dipersoalkan dan mengganti dengan kalimat "Ketuhanan Yang Maha Esa".