Sejumlah ketentuan yang baru diterapkan pada PPDB 2018 menyebabkan perubahan kualitas input siswa.
Azaria Anggana Laras
Oleh Azaria Anggana Laras
18 Juli 2018, 15.52

Mulai tahun ajaran 2018/2019, pemerintah menerapkan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) dengan mengunakan mekanisme zonasi.  Sistem zonasi berlaku untuk jenjang sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Zonasi atau jarak maksimal rumah dengan sekolah, menjadi pertimbangan calon siswa untuk diterima. Adapun penetapan zonasi sekolah ditetapkan pemerintah daerah. Bila domisili rumah siswa dengan nilai cemerlang sangat jauh atau melewati jarak maksimal ke sekolah tertentu (favorit) tidak ada jaminan siswa tersebut bisa masuk ke sekolah favorit yang diinginkan. Artinya dengan sistem zonasi, siswa-siswa cerdas tidak serta-merta akan berkumpul di satu sekolah favorit, tetapi akan tersebar ke berbagai sekolah lain.

PPDB SMA
PPDB SMA (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

Untuk jenjang pendidikan SMA, seleksi penerimaan murid baru dilakukan secara online dengan menginput data diri beserta nilai Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Pertama (SMP). Nilai UN tersebut merupakan salah satu variabel yang menentukan diterima/tidaknya para calon siswa pendaftar, sekaligus menjadi variabel rujukan untuk menentukan sekolah-sekolah unggulan.

Selanjutnya calon siswa bersaing hingga batas waktu pendaftaran. Setelah usai, rincian siswa yang diterima akan dapat dilihat secara otomatis, juga tercantum data nilai siswa yang diterima. Passing grade terbentuk berdasarkan batas terendah nilai UN siswa yang bisa lolos sekolah tersebut. Pada umumnya sekolah unggulan dan favorit memiliki angka passing grade yang tinggi. Semakin tinggi passing grade, semakin tinggi pula kualitas kompetensi calon siswa.

Tren Passing Grade SMA di Jakarta

Di Provinsi DKI Jakarta, terdapat 114 SMA negeri dan lebih dari 400 SMA swasta. Beberapa SMA negeri terkenal konsisten dengan nilai passing grade yang tinggi. Selama tiga tahun berturut-turut (PPDB 2016 - 2018), SMAN 8, SMAN 28, dan SMAN 81 merupakan tiga sekolah yang konsisten dengan passing grade tertinggi, baik untuk jurusan IPA maupun IPS.

Angka nilai minimal untuk diterima di tiga SMA negeri unggulan tersebut di atas 90. Bahkan, pada PPDB 2017,  sebanyak 10 SMA negeri jurusan IPA dengan passing grade tertinggi memiliki nilai minimal di atas 90.

Pada tahun ini terjadi penurunan hasil UN SMP yang cukup signifikan. Pada 2016, nilai rata-rata mencapai 65,05. Namun, pada 2017 turun menjadi 55,51, dan merosot lagi menjadi 52,96 pada 2018. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Muhadjir Effendy, nilai rata-rata UN, terutama SMP, menurun akibat adanya soal high order thinking skill (HOTS).

Anjloknya nilai UN siswa SMP tersebut berimbas kepada passing grade dalam penerimaan siswa baru SMA. Walhasil passing grade SMA negeri unggulan pun tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Selama tiga tahun terakhir, passing grade tiga SMA negeri unggulan yang telah disebutkan di atas, menurun signifikan (lihat visualisasi 1).


Sementara itu, meskipun sebagian besar SMA negeri unggulan mengalami penurunan passing grade, terdapat pula sekolah yang mengalami perbaikan situasi. Sebanyak 40 SMA Negeri di DKI (dari total 114) mengalami peningkatan passing grade. Contohnya terjadi pada SMA-SMA berikut ini.

Berdasarkan fakta tersebut terlihat bahwa penurunan angka passing grade di SMA negeri unggulan di Jakarta pada 2018—diiringi dengan kenaikan angka passing grade di beberapa SMA lainnya—bukan semata-mata disebabkan oleh tren penurunan nilai UN siswa SMP, tetapi juga sebagai akibat dari pemberlakuan sistem zonasi.

Telaahan lebih jauh menunjukkan sepuluh sekolah yang  passing grade-nya naik paling besar pada 2018, mayoritas berlokasi di wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Sebanyak 5 sekolah berlokasi di Jakarta Utara, 3 di Jakarta Pusat, dan 2 di Jakarta Barat. Bahkan, ada pula sekolah yang termasuk dalam kecamatan yang sama, seperti SMAN 41 dan SMAN 15 di Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Peningkatan passing grade pada 40 sekolah diikuti oleh kenaikan rata-rata nilai siswa yang diterima. Pada PPDB 2018, lebih dari 50% SMA negeri mengalami peningkatan rata-rata nilai siswa baru dan peningkatan selisih antara nilai tertinggi dan terendah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa ada peningkatan kualitas input siswa dibandingkan tahun sebelumnya serta peningkatan kesempatan untuk bersaing dalam sekolah.

Persaingan Masuk SMA Negeri Unggulan Menurun

Berdasarkan data PPDB 2018 juga terlihat bahwa persaingan untuk lolos ke SMA negeri unggulan di Jakarta menurun signifikan. Ambil contoh di SMAN 8 Jakarta. Selama bertahun-tahun, sekolah yang berlokasi di kawasan Bukit Duri Tebet ini menjadi sekolah unggulan yang difavoritkan oleh masyarakat, baik yang berdomisili asli DKI maupun yang bukan.

Penurunan persaingan tecermin dari jumlah pendaftar yang memperebutkan bangku di SMAN 8. Pada 2016, calon siswa yang mendaftar di sekolah favorit ini (akumulasi 3 tahap) mencapai 3.000 orang. Namun, pada 2017 turun menjadi 2.400. Pada PPDB 2018, calon siswa yang mendaftar hanya 805 orang.

Menurunnya siswa pendaftar secara otomatis membuat persaingan untuk memperebutkan bangku menurun. Pada 2016, satu bangku diperebutkan oleh tujuh orang. Pada 2018, sebanyak satu bangku hanya diperebutkan oleh tiga orang.

Hal serupa dialami oleh sekolah unggulan lainnya, meskipun tidak seekstrem SMAN 8. Persaingan di sekolah lain seperti, SMAN 81, SMAN 68, SMAN 39, dan SMAN 28 menurun signifikan. Di antara 114 SMA negeri yang terdapat di Jakarta, persaingan untuk masuk ke sekolah unggulan termasuk rendah, yakni sekitar lima orang atau satu bangku diperebutkan oleh lima calon siswa (lihat Visualisasi 3).

Pada PPDB 2018 lalu terdapat perbedaan esensial dengan PPDB pada tahun-tahun sebelumnya, yakni pemberlakuan sistem zonasi, dan perubahan jalur per tahapan serta kapasitas bangku. Pada PPDB 2017/2018, tahap I merupakan jalur umum dan tahap II merupakan jalur lokal. Adapun pada tahun ajaran 2018/2019 ini, tahap I merupakan jalur lokal, tahap II jalur umum, dan tahap III jalur umum tambahan.

Ketentuan yang berlaku dan kapasitas bangku untuk setiap tahap berbeda, sehingga sifat persaingannya pun berbeda. Pada 2018, tahap I (jalur lokal) merupakan jalur penerimaan dengan kapasitas bangku terbesar, yakni minimal 55%. Sementara tahap II, tersedia kapasitas bangku dengan proporsi 30% untuk siswa asal DKI, dan 5% untuk siswa luar DKI. Terakhir, proporsi bangku untuk tahap III disesuaikan dengan sisa bangku hasil tahap I dan II.

Pada tahap I (jalur lokal) para calon siswa pendaftar harus memilih sekolah sesuai dengan peraturan zonasi. Misalnya untuk mendaftar di SMAN 8 yang berada di Kecamatan Tebet, calon siswa harus memiliki kartu keluarga (KK) dari Kecamatan Tebet, Pancoran, Setiabudi, dan Jatinegara. Apabila sekolah yang diinginkan berada di luar zonasi yang dicanangkan, maka masih bisa mendaftar pada tahap II (jalur umum).

Namun, apabila seorang calon siswa pendaftar telah diterima pada tahap I, ia tidak mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi pada tahap II. Dengan kata lain, PPDB 2018 membuka kans besar di awal rangkaian untuk diterima di sekolah yang sesuai dengan peraturan zonasi.

Akibatnya calon siswa pendaftar akan cenderung memilih sekolah dengan lebih rasional pada tahap I PPDB tahun ini, yakni memilih sekolah yang jaraknya tidak jauh dari domisili rumahnya karena kesempatan diterima lebih besar. Berbeda dengan tahap I pada tahun-tahun sebelumnya, yang merupakan jalur umum – jika tidak diterima, masih terbuka jalan lebar pada tahap II.

Upaya Pemerataan Kualitas

Sekolah
Sekolah (Agung Samosir | Katadata)

 

Penerapan sistem zonasi yang implementasinya dilakukan per daerah belakangan menimbulkan kontroversi. Tak sedikit orang tua calon siswa mengeluhkan PPDB 2018, sistem yang didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018. Padahal penerapan sistem zonasi bertujuan untuk menyamarataan kualitas sekolah, selain juga untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dan polusi (dengan memilih sekolah yang dekat dengan rumah).

Tentu saja, pada awal pemberlakuan sistem wajar bila pemerataan kualitas siswa dan sekolah tidak dapat langsung tercapai secara tiba-tiba. Boleh jadi untuk mencapai tujuan pemerataan tersebut masih butuh waktu lebih lama. Namun, setidaknya masyarakat kini harus mendefinisikan ulang istilah ‘sekolah unggulan’ atau ‘sekolah favorit’.

Pembahasan lebih dalam mengenai sistem zonasi akan dibahas pada artikel selanjutnya

Editor: Azaria Anggana Laras