Komnas HAM Temukan Indikasi Obstruction of Justice di TKP Brigadir J
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi kuat adanya dugaan obstruction of justice atau upaya penghambatan penegakan hukum, usai memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) terkait kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Pemeriksaan Komnas HAM dilakukan di TKP rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Sejak awal kami katakan ada indikasi kuat, ketika kami cek di TKP indikasi itu semakin menguat," kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Chorirul Anam di Jakarta, Senin (15/8) seperti dikutip Antara.
Anam mengatakan saat memeriksa TKP, tim dari Komnas HAM juga didampingi tim Indonesia Automatic Fingerprint System (Inafis) Polri, Kedokteran dan Kesehatan Polri, dan Laboratorium Forensik Polri.
Dalam pemeriksaan ini, Komnas HAM juga memeriksa sudut tembakan, dan posisi jasad korban di TKP. Selain itu, menguji dan mencocokkan sejumlah foto serta keterangan yang sebelumnya telah didapatkan Komnas HAM dengan kondisi di TKP.
"Kami cek ruangannya apakah betul dan lain sebagainya," kata Anam.
Di saat bersamaan, tim dari Komnas HAM juga sedang melakukan permintaan keterangan terhadap tersangka Bharada E di Bareskrim Polri.
Secara umum, Anam mengatakan sebagai suatu proses penyelidikan yang besar, pengecekan TKP menjadi target terakhir oleh lembaga tersebut.
Akan tetapi, dalam proses penyelidikan kasus tersebut hingga saat ini istri Irjen Polisi Ferdy Sambo belum bisa dimintai keterangan oleh Komnas HAM.
"Jadi Bu PC ini masih berproses. Itu juga penting karena ada beberapa bahan yang harus dipastikan ke Ibu PC ini," kata dia.
Anam menjelaskan, dalam pekan ini lembaganya akan mulai menyusun temuan-temuan terkait dengan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yoshua.
Penyidik tim khusus Polri telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Yoshua. Mereka adalah Ferdy Sambo, Bharada Eliezer, Brigadir Kepala Ricky Rizal , dan Kuat Maruf alias KM yang bekerja sebagai sopir.
Para tersangka kasus ini dijerat dengan pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau kurungan maksimal 20 tahun.
Di samping dugaan pidana, Polri juga tengah mengusut dugaan pelanggaran kode etik di internal. Total terdapat 36 anggota yang diduga melanggar kode etik. Di antara mereka, 16 personel menjalani penempatan khusus, enam orang di Mako Brimob, sedangkan 10 lainnya di Provost.