Kejar Pajak Google, Pemerintah Perlu Tiru Inggris

Desy Setyowati
11 Oktober 2016, 21:00
Google digital
Arief Kamaludin (Katadata)

Pemerintah Indonesia masih kesulitan mengejar pajak dari perusahaan digital (Over The Top/OTT) multinasional, seperti Google, Facebook, Yahoo, dan Twitter. Namun, kabar keberhasilan pemerintah Inggris memungut pajak jutaan euro dari Facebook bisa dicontoh oleh Pemerintah Indonesia.

Untuk itu, menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, pemerintah perlu mempersiapkan data-data akurat sebelum berunding dengan perusahaan-perusahaan OTT tersebut. Sekedar informasi, Inggris sukses memungut pajak hingga £ 4,16 juta atau setara Rp 67 miliar dari Facebook. Pajak yang dibayarkan Facebook itu mencapai 1.000 kali lipat dari yang disetorkan pada 2014.

Menurut Prastowo, Inggris memiliki dua keunggulan sehingga bisa menang dalam sengketa dengan Facebook. Pertama, data yang akurat. Kedua, nomenklatur pajak baru yang disebut diverted profit tax. (Baca: Pemerintah Akan Investigasi Pajak Google)

Melalui skema pajak baru tersebut, Inggris membuat perusahaan seperti Google dan Facebook mau tak mau membayar pajak. Skema itu memungkinkan Inggris memungut pajak atas laba atau royalti setelah dialihkan ke negara lain yang memiliki aturan perpajakan longgar.

Jadi, Prastowo menilai, Pemerintah Indonesia tidak akan bisa memaksa perusahaan OTT membayar pajak jika hanya menetapkan perusahaan itu sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. "Saya rasa Google punya skema tax planning yang sama di seluruh dunia. Dia buat satu, diterapkan di seluruh dunia,” katanya di Jakarta, Selasa (11/10).

Jika negosiasi pemerintah dengan Google buntu, Prastowo menambahkan, pemerintah perlu mengeluarkan data pendapatan Google di Indonesia. Dengan data itu, Google tidak bisa menolak membayar pajak. Karena secara normatif, negara sumber pendapatan berhak memungut pajak dari perusahaan yang mendapat keuntungan di wilayahnya.

(Baca: Pemerintah Kejar Pajak Google, Facebook, Twitter, dan Yahoo)

“Jelas dalam international  tax, negara sumber berhak memajaki. Seberapa besar itu perlu negosiasi, perlu dirundingkan, kalau tidak berunding agak susah,” kata Prastowo. Ia yakin, jika dibawa ke pengadilan, pemerintah bakal kalah lantaran undang-undang pajak yang ada tidak bisa menjerat perusahaan-perusahaan tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...