Aturan Baru Soal Pajak Migas Belum Beri Kepastian Bagi Investor
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2017, yang salah satu poinnya membahas mengenai pajak hulu minyak dan gas bumi (migas) mendapat sorotan dari pelaku industri. Meski dianggap ada niat baik dari pemerintah untuk memperbaiki investasi, tapi aturan itu ternyata belum bisa memberi kepastian bagi investor.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan ketidakpastian itu terjadi karena fasilitas perpajakan untuk blok eksploitasi diberikan berdasarkan kasus per kasus sesuai pertimbangan pemerintah. “Jadi tidak ada kepastian apakah kontraktor mendapatkan fasilitas perpajakan tersebut,” kata dia kepada Katadata, Rabu (5/7).
(Baca: Aturan Baru, Kontraktor Migas Nikmati Insentif Pajak Sejak Eksplorasi)
Kepastian fasilitas perpajakan itu penting karena kontraktor harus melihat keseluruhan keekonomian usaha hulu migas dari masa eksplorasi sampai eksploitasi. Hal ini menjadi pertimbangan untuk dapat memutuskan melakukan eksplorasi atau tidak.
Selain itu, implementasi fasilitas perpajakan ini juga masih menunggu pengaturan lebih lanjut dari Kementerian Keuangan. Untuk itu, pemerintah harus segera menyelesaikan peraturan tersebut agar niat memperbaiki iklim eksplorasi migas dapat berjalan.
Hal lainnya yang menjadi sorotan adalah aturan baru tersebut belum memenuhi keseluruhan usulan IPA dalam mengembalikan daya tarik industri hulu migas di Indonesia, terutama prinsip assume and discharge. “Pemerintah seyogyanya tetap mengakomodasi prinsip assume and discharge,” ujar dia.
(Baca: Asosiasi Migas Nilai Beleid Cost Recovery 2010 Biang Lesunya Investasi)
Dengan prinsip assume and discharge, minyak dan gas bumi yang didapat kontraktor sudah bersih dan tidak perlu lagi membayar pajak tidak langsung. Sebaliknya bagi hasil yang didapat pemerintah sudah termasuk pajak.
Pajak Penghasilan (PPH) Migas 2000-2017
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan aturan baru yang menjadi revisi PP 79/2010 itu memang tidak sepenuhnya bisa mengakomodir usulan pelaku migas. Namun sebagian besar dari susbtansi aturan itu sudah bisa mengakomodir kemudahan bagi kontraktor migas."PP ini sebuah jalan terbaik yang bisa kami buat," kata dia di Jakarta, Rabu (5/7).
Utuk blok produksi, pemerintah memang hanya memberikan fasilitas perpajakan kepada kontraktor apabila blok yang dikelolanya tidak mencapai keekonomian. Hal ini berbeda dengan blok eksplorasi yang langsung mendapat fasilitas tersebut.
(Baca: Pemerintah Klaim Aturan Cost Recovery Jembatani Kontraktor Migas)
Dengan adanya aturan baru ini pemerintah juga tetap menghargai ketentuan pajak yang ada dalam kontrak sebelumnya. Namun kontraktor dapat memilih untuk mengikuti ketentuan kontrak yang ada atau menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, dengan menyesuaikan kontrak dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.