Presidential Threshold 20% Sejak 2009, Jokowi: Kenapa Dulu Tak Ramai?

Ameidyo Daud Nasution
Oleh Ameidyo Daud Nasution - Dimas Jarot Bayu
28 Juli 2017, 15:49
jokowi
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20%-25% dalam Undang-undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, merupakan hasil dari produk demokrasi di Dewan Perwakilan Rakyat. Dia mengatakan aturan yang telah ditetapkan secara aklamasi di parlemen, jangan dianggap salah.

“Jangan ditarik-tarik seolah-olah presidential threshold 20% itu salah dan sekali lagi ini produk demokrasi yang ada di DPR,” kata Jokowi kepada wartawan, Jumat (28/7).

Sebelumnya, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengkritik keras aturan ambang batas persyaratan pencalonan presiden dengan dukungan 20% kursi dewan atau 25% suara sah nasional.

"Presidential threshold 20% menurut kami adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia," kata Prabowo dalam konferensi pers di Cikeas, Kamis malam.

(Baca: Tanggapi SBY-Prabowo, Jokowi: Sekarang Tak Ada Lagi Kekuasaan Absolut)

Jokowi heran kritik terhadap persyaratan ambang batas pencalonan presiden 20%-25% baru disampaikan saat ini. Padahal aturan ini telah diberlakukan dua kali pada pemilu 2009 dan 2014. “Kenapa dulu tidak ramai?” tanya Jokowi.

Jokowi menyatakan presidential threshold 20-25% akan membuat pelaksanaan pemilihan presiden lebih sederhana. Sebaliknya, apabila ambang batas pencalonan presiden sebesar nol persen akan menyebabkan pelaksanaan lebih kompleks karena setiap partai politik dapat mengajukan calon.

Jokowi menegaskan, apabila ada pihak yang tak menyetujui aturan tersebut, dapat mengajukan ke Mahkamah Konstitusi. "Jadi ya silakan itu dinilai, kalau masih ada yang tidak setuju, kembali lagi bisa ke MK, inilah negara demokrasi dan negara hukum yang kita miliki," katanya. 

Di tempat terpisah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai seluruh partai politik seharusnya dapat menerima ketentuan presidential threshold sebesar 20%-25% dalam UU Pemilu.

Tjahjo mengatakan Partai politik tak seharusnya menolak UU Pemilu setelah disahkan di Paripurna. "Kalau tidak setuju dengan UU itu ya harusnya dibahas di Panja, di Paripurna," kata Tjahjo di Hotel Aryaduta, Jakarta.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...