Luhut: Gunakan LNG Sendiri, Tak Ada Kontrak Jual Beli dengan Singapura

Dimas Jarot Bayu
13 September 2017, 21:42
Terminal LNG Mini
PT Pelindo Energi Logistik
Ilustrasi terminal LNG.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tak ada kontrak jual beli gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) dalam kerangka kerja sama (Head of Agreement/HoA) antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) dengan perusahaan asal Singapura, Keppel Offshore & Marine Limited (Keppel O&M) dan Pavilion Energy.

Luhut menyatakan, HoA berjudul Kerjasama dalam Penanganan LNG dan Proyek Infrastruktur LNG Skala Kecil itu akan mengurusi soal kajian pendistribusian LNG ke beberapa wilayah, seperti Muko-muko, Krueng Raya, Tanjung Pinang, dan Natuna. Kajian tersebut akan dilakukan selama enam bulan. 

(Baca: Bantah Impor Gas, Ini Poin Kerja Sama PLN dan Perusahaan Singapura)

"Kontraknya bukan jual beli gas. Enggak ada urusan jual beli gas. Singapura itu punya infrastruktur mini yang bisa membawa LNG ke powerplant kecil. Ada sembilan, tapi kami baru lihat tiga. Sedangkan gasnya, gas kita sendiri," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Rabu (13/9). (Baca: Luhut: Ada Unsur Politik dalam Penawaran Gas oleh Singapura)

Luhut menjelaskan sampai saat ini masih melakukan kajian mengenai harga distribusi LNG ke beberapa wilayah tersebut. Jika harga yang didapat dari kajian terlalu mahal, maka pemerintah bisa tidak menindaklanjuti rencana distribusi LNG.

"Kalau dalam enam bulan cost-nya tidak masuk, ya enggak jadi. Jadi ini masih kajian," kata Luhut.(Baca: Perusahaan Singapura Tawarkan Gas untuk Pembangkit Listrik)

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaluddin mengatakan, pilihan distribusi LNG dari dua perusahaan Singapura tersebut karena lokasinya yang lebih dekat dengan terminal regasifikasi. Alhasil, harga LNG yang didistribusi diprediksi dapat menjadi lebih murah.

Selama ini, LNG yang dimiliki Indonesia sebagian besar berasal dari wilayah bagian Timur. Jika didistribusikan ke lokasi regasifikasi maka harganya dapat melonjak. (Baca: Dua Alasan Indonesia Tak Perlu Impor Gas Jangka Panjang Hingga 2025)

"Kalau kita mau terang-terangan juga sebagian besar gas kita kan datang dari Indonesia Timur. Sehingga mahal kalo mau ditarik sampai ke Nias," kata Ridwan.

Selain itu, lanjut Ridwan, masyarakat harus menyadari jika Indonesia tidak memiliki banyak infrastruktur untuk regasifikasi. Hal inilah yang kerap membuat sebagian besar industri di Indonesia menjadi tidak kompetitif.

"Kami kan sekarang lagi berusaha bukan hanya yang punya gas yang dapat untung tapi industri kita juga harus hidup. Upaya seperti itu juga kami cari," ucap Ridwan.

Sebelumnya Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Tengah PLN Amir Rosidin mengatakan perjanjian ini memungkinkan transaksi swap atau pertukaran. "Swap dimungkinkan, tapi masih belum final, lihat enam bulan ke depan. Kami cari solusi yang mana yang bikin murah," kata Amir.

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...