Rentan Jadi Alat Kriminalisasi, RUU KUHP Disebut Libatkan Masyarakat

Dimas Jarot Bayu
14 Februari 2018, 19:38
pengesahan RUU Ormas
ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Suasana sidang paripurna.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengklaim pembahasan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah melibatkan berbagai elemen masyarakat. Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Arsul Sani mengatakan, salah satunya telah membahas RUU KUHP dengan Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang terdiri dari gabungan 22 lembaga nirlaba.

Daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHP turut memasukkan berbagai rumusan dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP. "Tapi kemudian kan banyak masyarakat sipil lainnya yang tidak memberi perhatian. Baru di tahap mau pengesahan menjadi ramai," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/2).

Advertisement

Draft RUU KUHP dianggap dapat melanggar hak kebebasan berekspresi masyarakat di Indonesia. Banyak pasal tersebut yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat ketika melakukan kritik atau menyatakan aspirasi dan pendapatnya.

(Baca juga: RUU KUHP Ancam Kriminalisasi Kritikan Masyarakat)

Sebelumnya, pengacara LBH Pers Gading Yonggar Ditya memaparkan, terdapat 15 klausul dalam berbagai pasal yang dapat melanggar hak tersebut, seperti penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, kepala negara dan wakil kepala negara sahabat, dan penghinaan terhadap pemerintah (263, 264, 269, 284, 285). Lalu, pencemaran nama baik (540), fitnah (541), penghinaan ringan (543), pengaduan fitnah (545).

Kemudian, pencemaran orang yang sudah meninggal (548, 549), penghinaan terhadap simbol negara (281, 282, 283), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (407), penyebaran dan pengembangan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme (219, 220).

Lalu, pernyataan perasaan permusuhan atau penghinaan terhadap kelompok tertentu (286-289), penghasutan untuk meniadakan keyakinan terhadap agama (350), tindak pidana terhadap kehidupan beragama dan sarana ibadah (352), dan tindak pidana pembocoran rahasia (551), serta pelanggaran kesusilaan (469, 470, 471, 475).

Anggota Panja RUU KUHP lainnya, Taufiqulhadi mengatakan, berbagai akademisi, pakar hukum pidana, serta pakar hukum tata negara juga sudah diundang untuk membahas RUU KUHP. Kendati demikian, Taufiqulhadi menilai tak semua masukan dari berbagai elemen masyarakat tersebut dapat diterima.

(Baca juga: Dikecam, Rancangan KUHP Berpotensi Membungkam Kebebasan Pers)

Taufiqulhadi mencontohkan, ada elemen masyarakat yang menghendaki jika pidana perzinaan dalam Pasal 484 draf RUU KUHP diperluas. Dalam hal ini, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dipidana.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement