Minyak Tumpah Capai 40 Ribu Barel, DPR Minta Pertamina Tanggung Jawab
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta PT Pertamina (Persero) bertanggung jawab atas putusnya pipa minyak di Teluk Balikpapan. Apalagi tumpahan minyak itu sudah mencemari lingkungan.
Wakil Ketua Komisi VII DPR, Herman Khaeron menilai Pertamina lalai dalam penanggulangan putusnya pipa tersebut. Ini karena perusahaan pelat merah itu baru mengumumkan adanya pipa putus dua hari setelah kebakaran kapal.
Herman juga tidak yakin tumpahan minyak itu sudah dibersihkan seluruhnya karena ada beberapa desa yang masih tercemar. "40 ribu barel itu luar biasa. Ini jadi isu nasional, masih ada kawasan desa di sana tercemari oleh crude oil," kata dia dalam rapat di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (10/2).
Dari data yang dimiliki Khaeron, setidaknya ada 10 dampak dari tumpahan minyak tersebut. Pertama, 10 set jaring ikan terkena minyak milik Koperasi Usaha Bersama (KUB) Karya Bersama Jumpi Perairan Teluk Balikpapan. Kedua, sebanyak dua kapal nelayan ukuran 2-5 GT terbakar di Perairan Teluk Balikpapan.
Ketiga, terdapat lima korban jiwa yang meninggal di Perairan Teluk Balikpapan. Keempat, 600 bubu atau perangkap ikan yang terkena tumpahan minyak milik KUB Sumber Bahagia dan KUB Semangat Baru di Kariangau. Kelima, 15 jaring ikan yang digantung secara vertikal terkena dampak tumpahan minyak di Kariangau.
Keenam, 45 kapal yang berlabuh di perairan teluk Balikpapan terkena tumpahan minyak sehingga tidak bisa melaut selama tiga hari. Ketujuh, sebanyak 181 nelayan tidak bisa melaut di Balikpapan Barat. Kedelapan, 38 orang nelayan tidak bisa melaut di Kariangau. Kesembilan, 32 keramba rusak di Kariangau. Dan terakhir, belat tancap sepanjang 172 meter terkena minyak di Kariangau.
Dari data tersebut, jumlah klaim kompensasi maksimal untuk korban yang telah meninggal dunia akibat kebakaran tersebu harus diberikan sebesar Rp 160 juta per jiwa. "Ini harus ada kepastian penggantian ganti rugi kepada masyarakat," kata Khaeron.
Anggota Komisi VII DPR Adian Napitulu menilai Pertamina harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan dampak lingkungan dan korban dari masyarakat yang terkena dampak tumpahan minyak. "Jangan karena mereka cuma nelayan biasa bisa kalian semena mena, Pertamina jangan sombong," kata dia.
Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman mengatakan pihaknya akan terus menangani masalah lingkungan yang terdampak dari tumpahan minyak tersebut. Ia pun berjanji masalah santunan untuk para korban akan disalurkan Pertamina. "Untuk santunan sedang kami finalisasi," kata dia.
Di tempat yang sama, Direktur Pengolahan Pertamina Toharso mengatakan volume tumpahan minyak sebesar 40 ribu barel masih berupa indikasi. Angka finalnya akan diperoleh setelah hasil investigasi selesai.
Pertamina juga menyatakan sudah berupaya mengatasi tumpahan itu. Selain itu Pertamina mengamankan aspek operasi kilang Balikpapan, tujuannya agar peristiwa ini tidak menghambat proses operasi kilang. "Karena kilang ini memproduksi minyak untuk Indonesia Timur, produksinya cukup banyak, maka ini diamankan agar produksinya tetap jalan,"kata Toharso.
Saat ini kondisi operasi kilang Balikpapan sudah normal. Ini karena Pertamina mendapatkan pasokan minyak melalui pipa 16 inchi yang telah berhasil disambung dari Terminal Tanjung ke Kilang Balikpapan. Selain itu pasokan diambil dari kapal tanker.
Toharso mengatakan selama dua hari setelah kejadian pipa putus terjadi, produksi Kilang Balikpapan sempat turun 70% dari total kapasitas kilang yang mencapai 260 ribu bph. "Hanya dua hari paling pasokan drop, setelah itu normal,"kata dia.
Saat ini Pertamina masih paralel bekerjasama menyelesaikan aspek sosial terhadap dampak tumpahan minyak. Toharso mengaku pihaknya masih mendata jumlah warga yang terdampak dengan bekerjasama dengan pemerintah kota Balikpapan. Setelah data terkumpul, barulah Pertamina membayar kompensasi kepada korban.
Pertamina akan mengganti kompensasi atas tidak berlayarnya nelayan akibat kejadian itu dan kerusakan tambak. Penggantian itu berupa peralatan. “Tahap berikutnya adalah pemulihan lingkungan. Nanti kerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Toharso.
(Baca: Pertamina Terancam Sanksi Akibat Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan)
Rapat yang seharusnya hari ini pun akhirnya tidak dilanjutkan karena Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik tidak hadir. DPR mengagendakan rapat tersebut pekan depan dengan mengundang Menteri ESDM Ignasius Jonan.