Eksportir Buah Keluhkan Tingginya Tarif Bea Masuk

Rizky Alika
7 Agustus 2018, 16:43
Manggis
ANTARA FOTO/Rahmad
Pedagang melayani pembeli buah Manggis di pinggir jalan lintas nasional Banda Aceh Medan, Pidie Jaya, Aceh, Sabtu (17/12). Buah Manggis yang khas daerah setempat digemari para pengguna jalan untuk oleh oleh dari Pidie Jaya yang dijual pedagang Rp.15 ribu perikat.

Pelaku usaha merasa terkendala masalah perpajakan, khususnya tarif bea masuk di sejumlah negara. Keluhan tersebut semestinya tidak diabaikan mengingat pemerintah sedang mengejar perbaikan kinerja ekspor untuk mendongkrak volume penjualan barang ke luar negeri sehingga memperbesar pasokan valuta asing di tengah tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Salah satu keluhan dikemukakan PT Great Giant Pineapple (GGP)  yang menilai bea masuk buah pisang terlalu tinggi. Government Relations and External Affair Director GGP Welly Soegiono menyebutkan, bea masuk ke Eropa mencapai 15 % sedangkan produk Filipina terbebas.

“Sementara itu, ke Jepang, pisang kami dikenakan bea masuk 3 %. Ini lebih mahal daripada Filipina. Lalu, ke Korea dikenakan 30 %,” kata Welly di sela gelaran Exportir Gathering, Jakarta, Selasa (7/8). (Baca: Hambatan Tarif jadi Fokus RI pada Perundingan Perjanjian Dagang UE).

Pengenaan bea masuk dinilai sebagai bentuk inefisiensi. Pasalnya, dana yang biasanya digunakan untuk membayar pajak bisa dialokasikan membeli pupuk untuk petani. Kini, terdapat sekitar 60 negara tujuan ekspor pisang GGP di antaranya AS, kawasan Eropa, dan Australia.

Selain pisang, GGP juga menemukan kendala ekspor nanas ke Tiongkok. Welly menuturkan, Negeri Tembok Raksasa itu selayaknya menjadi pasar potensial bagi ekspor nanas Indonesia lantaran mereka sedang kekurangan pasokan buah ini.

Namun, imbuh Welly, Indonesia tidak dapat menjual nanas ke Cina karena belum ada kesepakatan dagang yang khusus memfasilitasi komoditas buah ini di antara dua negara. Padahal, Indonesia diperkirakan bisa meraup devisa US$ 50 juta per tahun atau sekitar Rp 720 miliar melalui penjualan nanas ke Tiongkok.

Kondisi tersebut, justru berbanding terbalik dengan Filipina, Thailand, dan Malaysia yang dapat mengeskpor nanas ke Tiongkok tanpa kendala terkait pajak. Selama ini, penjualan nanas ke Tiongkok dilakukan GGP secara bussiness to bussiness sehingga dikenakan bea masuk.  

Pengusaha menginginkan pemerintah segera melakukan perundingan bilateral terkait isu tersebut. "Kita seharusnya melakukan pendekatan [dengan Tiongkok]. Kami ini memberikan solusi kepada Tiongkok atas produk nanas yang lebih bagus dan murah," ucap Welly.  

Ditemui dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengutarakan, pemerintah akan menampung keluhan pengusaha terkait bea masuk ekspor buah tersebut. Menkeu menegaskan, pemerintah sejatinya sudah mengeluarkan kebijakan konkrit untuk membantu menggairahkan kinerja ekspor RI.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...