Transaksi Wisatawan Muslim Muda Diperkirakan Rp 2.700 Triliun di 2026

Desy Setyowati
19 Oktober 2018, 19:15
Kapal Pesiar
ANTARA FOTO | Didik Suhartono
Warga berfoto dengan latar belakang kapal pesiar MS Artania yang sandar di dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (1/4). Kapal pesiar tersebut mengangkut sekitar 1.260 wisatawan asing yang akan berkunjung ke sejumlah tempat wisata di kota Surabaya.

Kegemaran pelesir generasi millenial rupanya dilanjutkan oleh generasi Z. Laporan Mastercard-CrescentRating Digital Muslim Travel Report 2018 (DMTR2018) menunjukkan, transaksi wisatawan muslim kedua generasi ini melalui layanan online diperkirakan mencapai US$ 180 miliar atau sekitar Rp 2.700 triliun pada 2026.

DMTR2018 merupakan laporan komprehensif pertama yang menyuguhkan informasi mengenai pola perjalanan dan sikap wisatawan muslim dari berbagai kelompok demografis. Laporan ini juga mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pembelian produk wisata secara online oleh wisatawan muslim pada generasi mendatang.

“Laporan ini memberi pandangan kepada para pengelola produk wisata, operator tur, maskapai penerbangan, dan pemangku kepentingan lain di sektor pariwisata dan perhotelan mengenai layanan platform online dan jejaring sosial untuk mengevaluasi potensi pasar muslim,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (19/10).

Ia melihat, prospek industri wisata secara online sangat positif. Sebab, teknologi berkembang pesat dan diadopsi di banyak lini termasuk pariwisata dan metode pembayarannya. Selain itu, ia melihat penduduk muslim yang lahir di era digital ini juga cukup banyak.

Untungnya, laporan ini memberikan kriteria segmentasi yang praktis dan siap pakai bagi para pelaku di industri ini untuk menjangkau kelompok sasaran yang berbeda. “Destinasi-destinasi wisata harus memastikan bahwa pesan yang mereka sampaikan dapat menjangkau wisatawan muslim melalui saluran online,” kata dia. “Digital itu nyata dan melampaui generasi.”

Vice Presidemt, Market Development, Mastercard Davesh Kuwedekar menambahkan, pasar perjalanan halal senantiasa menjadi salah satu segmen perjalanan yang bertumbuh paling cepat secara global. Ia pun mencatat, wisatawan muslim yang mewakili sekitar 10% dari keseluruhan industri perjalanan global sepanjang 2017.

(Baca juga: 2019, Industri Pariwisata Dibidik Hasilkan Devisa US$ 20 Miliar)

“Wisatawan muslim menghabiskan lebih banyak waktu untuk meneliti dan membandingkan informasi online sebelum akhirnya memilih dan membayar pengalaman perjalanan ideal mereka,” ujarnya.

Berkaca dari data tersebut, Mastercard bekerja sama dengan mitra-mitra yang memiliki pemikiran sama menciptakan penawaran khusus di berbagai bidang kepada konsumen. Mastercard juga melihat adanya peningkatan dalam penggunaan pembayaran non-tunai dan digital melalui opsi prabayar dan debit sebagai metode pembayaran elektronik.

“Metode ini dianggap lebih aman, nyaman, dan dapat diandalkan untuk memberi ketenangan selama bepergian,” katanya.

Secara keseluruhan, laporan yang dirilis pada April 2018 lalu ini menegaskan, bahwa pasar perjalanan muslim bisa mencapai US$ 300 miliar atau Rp 4.500 triliun pada 2026. Itu artinya, transaksi Generasi Milenial dan Z menyumbang 60% dari total yang dikeluarkan wisatawan muslim pada 2026. Adapun wisatawan muslim diperkirakan mencapai 131 juta orang secara global pada 2017.

Berdasarkan GMTI 2018, 30 Outbound Market Muslim teratas mewakili 90% kedatangan wisatawan muslim secara keseluruhan. Studi ini mempelajari lanskap pemberdayaan digital (Digitally Enabled) dari negara-negara tersebut untuk memahami potensi transaksi-transaksi digital. Destinasi-destinasi wisata ini terbagi menjadi beberapa kelompok berbeda berdasarkan ukuran pasar dan akses digital.

Kelompok APasar outbond besar dengan tingkat pemberdayaan digital tingkat tinggiArab Saudi, Malaysia, Uni Emirat ArabPopulasi Muslim besar dengan PDB per kapita yang tinggi memungkinkan lebih banyak wisatawan dari ketiga negara ini untuk melakukan perjalanan internasional.
Kelompok BTingkat pemberdayaan digital yang tinggi tetapi pasar outbond yang lebih kecilNegara-negara OKI: Kuwait, Qatar, Libanon, Tunisia, Azerbaijan, KazakhstanNegara-negara Non-OKI: Britania Raya, Jerman, Perancis, Singapura, RusiaNegara-negara ini penduduknya digital savvy , tetapi populasinya lebih kecil dibandingkan negara-negara di Kelompok A
Kelompok CTingkat pemberdayaan digital yang baik tetapi pasar outbond yang lebih kecilOman, Albania, Maroko, CinaNegara-negara ini memiliki infrastruktur digital yang baik, tetapi jumlah populasi wisatawan Muslim yang berwisata internasional relatif kecil.
Kelompok DNegara-negara berkembang yang tengah bertumbuh dengan tingkat pemberdayaan digital yang tumbuh cepatTurki, Indonesia, Mesir, IranMeski mungkin belum memiliki infrastruktur digital yang luas, para pelaku bisnis dapat mulai membidik pasar ini untuk prospek jangka menengah dan panjang.

Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...