Defisit Neraca Beras, Sinyalemen Lonjakan Harga
Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data terbaru penghitungan produksi beras. Dari data tersebut terungkap, neraca beras pada tiga bulan terakhir 2018 (Oktober-Desember) akan mengalami defisit. Defisit produksi beras menjadi sinyal bagi pemerintah untuk mewaspadai potensi lonjakan harga beras di kuartal IV 2018 hingga awal tahun depan.
Data mutakhir BPS menunjukan, potensi produksi beras periode Oktober sampai Desember 2018 hanya mencapai 3,94 juta ton dengan perkiraan konsumsi sebanyak 7,45 juta ton. Alhasil, ada defisit neraca beras sebesar 3,51 juta ton pada tiga bulan terakhir 2018.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan kekurangan pasokan bakal berdampak pada lonjakan harga. "Jika pemerintah tidak melakukan intervensi yang kuat, harga pasti akan naik terus," kata Dwi kepada Katadata.co.id, Kamis (25/10).
(Baca: Metode Baru BPS Ungkap Neraca Beras Kuartal IV Berpotensi Defisit)
Meski harga beras masih stabil, Dwi mencatat posisi harga gabah terus mengalami kenaikan. Kondisi tersebut tercermin dalam survei yang dilakukannya bersama Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia pada 46 kabupaten di 12 provinsi sentra beras.
Produksi dan Harga Gabah Kering Giling Tahun 2018
Bulan | Produksi | Harga/Kilogram |
Januari | 2,71 Juta Ton | Rp 6.002 |
Februari | 5,60 Juta Ton | Rp 5.961 |
Maret | 9,46 Juta Ton | Rp 5.442 |
April | 7,32 Juta Ton | Rp 5.242 |
Mei | 4,74 Juta Ton | Rp 5.267 |
Juni | 4,43 Juta Ton | Rp 5.361 |
Juli | 5,35 Juta Ton | Rp 5.206 |
Agustus | 5,21 Juta Ton | Rp 5.308 |
September | 4,84 Juta Ton | Rp 5.399 |
Oktober | 2,66 Juta Ton | - |
November | 2,10 Juta Ton | - |
Desember | 2,13 Juta Ton | - |
Sumber: BPS (Data harga GKG Oktober-Desember belum tersedia)
Dalam surveinya, Dwi menyebutkan harga satu kilogram gabah pada Juni terpantau sebesar Rp 4.298, kemudian naik menjadi Rp 4.388 pada Juli, dan meningkat menjadi Rp 4.672 pada Agustus. Per September, harga gabah maish mengalami tren kenaikan menjadi Rp 4.839 per kilogram.
Selain itu, mengacu pada data produksi BPS, produksi beras semester pertama tercatat sebanyak 19,64 juta ton dengan konsumsi 14,66 juta ton. Itu berarti, ada surplus sebanyak 4,98 juta ton di semester I. Sementara itu, pada semester kedua, produksi 12,78 juta ton dengan konsumsi 14,90 juta ton sehingga defisitnya 2,12 juta ton.
Dengan demikian, menurutnya pasokan beras terbesar hanya terjadi pada semester pertama. Pemerintah harus mulai mewaspadai potensi kenaikan harga beras pada awal tahun depan karena produksi di semester kedua yang lebih kecil dan dalam posisi sedikit mengkhawatirkan. "Apakah surplus pada awal tahun 2018 bisa cukup hingga tahun depan, itu pertanyaan paling penting," ujarnya.
(Baca: Pelaku Usaha Perberasan Sebut Data Produksi Kementan Overestimasi)