Prosedur Berbelit Hambat Tindak Pengamanan Produk Dalam Negeri

Michael Reily
30 Oktober 2018, 18:13
Pelabuhan ekspor
Arief Kamaludin | Katadata

Sejumlah pelaku industri  menyoroti  tindak pengamanan perdagangan internasional yang berperan besar terhadap penguatan industri dalam negeri. Sementara itu, kebijakan pemerintah dalam pengamanan atau safeguard produk dalam negeri sendiri dinilai belum bisa diterapkan optimal karena prosedur yang  berbelit sehingga industri  domestik kerap tertinggal dan kalah saing dengan produk impor.

Salah satu industri yang kerap menghadapi  tantangan ini adalah industri baja. Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) Yerry Indroes mengatakan produksi baja dalam negeri baru mencapai 50% dari total kapasitas produksi. Namun, industri baja langsung menghadapi persaingan akibat banyaknya  produk besi dan baja impor yang masuk tanpa perlindungan pemerintah.

(Baca: Argentina Hentikan Penyelidikan Antidumping Serat Poliester Indonesia)

"Bea masuk anti-dumping itu hak industri dengan (memberi) laporan kepada pemerintah," katanya di Jakarta, Selasa (30/10).

Misalnya pada produk impor yang bahan bakunya beralih dari karbon ke boron. Perubahan bahan baku itu membuat produk luar negeri tak lagi mendapatkan fasilitas bea masuk dari yang semestinya diterima sebesar 13%.

Namun begitu dia agak menyayangkan proses penyelidikan anti-dumping masih memakan waktu lama karena harus menunggu regulasi tarif dari Kementerian Keuangan. Padahal, sektor industri di satu sisi, masih bisa memenuhi kebutuhan domestik.

Dia pun berpendapat, bahwa di tingkat kementerian belum memiliki kesamaan meski  proses penyelidikan anti-dumping pada tingkat Kementerian Perdagangan menurutnya relatif cepat. "Tetapi ada ketidaksamaan persepsi pada regulator," ujar Yerry.

Hal senada juga diungkap Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo). Pengusaha  tepung terigu berbahan baku impor gandum tersebut mengatakan kerap mendapat masalah ketika mengimpor  produk dari India.

Padahal, keputusan pelaksanaan bea masuk anti-dumping sudah selesai pada level Kementerian Perdagangan tahun 2016. Namun, keputusan untuk pengenaan bea masuk dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan tak juga terbit.

Perwakilan Aptindo, Yosafat Siregar mengungkapkan industri tepung terigu yang mencakup 28 industri mampu memenuhi 95% konsumsi dalam negeri. "Sampai sekarang belum ada pelaksanaan karena berbagai pertimbangan," kata Yosafat.

Tuduhan Dumping

Mengutip data Kementerian Perdagangan, Indonesia merupakan negara yang kerap terkena tuduhan antidumping. Tercatat sejak 1995 hingga 2017, Indonesia  mengalami 208 kali tuduhan antidumping dari mitra dagang dan dikenakan bea masuk antidumping sebanyak 130 kali.

Meski begitu, Indonesia hanya melakukan 136 kali tuduhan antidumping dan pengenaan bea masuk antidumping sebanyak 63 kali. Angka itu jauh di bawah kebijakan proteksi dagang yang dilakukan India, Amerika Serikat, Uni-Eropa, Brazil, Argentina, dan Tiongkok yang telah mengenakan bea masuk antidumping sebanyak lebih dari 200 kali.

Direktur Pengamanan Perdagangan Internasional, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Pradnyawati, mengungkapkan salah satu permasalahan utama ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang tindakan antidumping, tindakan imbalan, dan tindakan pengamanan perdagangan.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...