BI Pertahankan Bunga Acuan, IHSG Perlahan Bangkit
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan hari ini, Kamis (20/12) dengan koreksi sebesar 0,46% ke posisi 6.147,88. IHSG jatuh paska kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The US Federal Reserve/The Fed) sebesar 25 basis poin.
Ketika sesi pertama perdagangan berakhir siang tadi, IHSG telah terkoreksi 0,86% ke posisi 6.123,11. Jeda selesai, perdagangan dimulai kembali, IHSG meneruskan laju koreksinya hingga pukul 14.00 IHSG berada pada posisi 6.115,91, atau terkoreksi nyaris 1%, tepatnya 0,97%.
Pada pukul 14.00 ada pengumuman hasil rapat dewan gubernur Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk menahan suku bunga acuan, BI 7 Day Repo Rate, pada level 6%. Laju koreksi IHSG tertolong pengumuman hasil RDG BI yang tidak menaikkan suku bunganya, walaupun konsensus memperkirakan BI akan menaikkan sebesar 25 bps.
(Baca: Arus Modal Asing Berlanjut & Rupiah Stabil, BI Tahan Bunga Acuan)
Pasalnya, setelah pengumuman BI tersebut laju koreksi IHSG berhenti, dan secara perlahan IHSG mulai merangkak naik. Pada penutupan perdagangan, IHSG berada pada posisi 6.147,88 sehingga, secara keseluruhan hari ini IHSG hanya terkoreksi 0,46%.
Total transaksi perdagangan saham hari ini mencapai Rp 9,85 triliun dari 11,19 miliar saham yang diperjualbelikan. Sebanyak 153 saham berhasil melawan arus koreksi indeks dan mencatatkan kenaikan, sementara 269 saham kurang beruntung karena terbawa arus, dan 108 saham harganya tidak bergerak.
Investor asing terus konsisten memberikan tekanan terhadap IHSG. Hari ini investor asing melepas sahamnya di Indonesia senilai Rp 450,66 miliar. Saham bank dari kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4, ramai-ramai dilepas asing.
Sebanyak 30,6 juta saham Bank Mandiri Tbk (BMRI) dilego investor asing dengan nilai transaksi mencapai Rp 40,8 miliar. Bank Central Asia Tbk (BBCA) dilepas sebanyak 18,9 miliar saham, atau senilai Rp 309,9 miliar. Serta saham Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dilepas sebanyak 28,5 juta saham senilai Rp 36,2 miliar.
(Baca: Risiko Resesi AS Meningkat, Ekspektasi Kenaikan Bunga Fed Melemah)
Tekanan terhadap IHSG diperkirakan masih akan berlanjut hingga 2019. The Fed mengumumkan masih akan menaikkan bunga acuannya sebanyak dua kali tahun depan, dengan total kenaikan sebesar 50 basis poin.
Kenaikan tersebut akan berdampak signifikan terhadap Indonesia. Pertama, hot money di Indonesia akan lari ke AS karena suku bunga disana lebih menarik. Kedua, pertumbuhan ekonomi global akan melambat karena kenaikan bunga akan membebani pertumbuhan ekonomi AS yang mulai terindikasi resesi.
Apalagi, proses negosiasi dagang antara AS dan TIongkok akan berakhir pada 30 Maret 2019. Jika negosiasi tersebut berjalan lancar dan mampu melahirkan kesepakatan yang dikehendaki kedua belah pihak, maka perang dagang akan berakhir. Jika tidak, perang dagang akan kembali mengganggu stabilitas perekonomian global.
Sementara ini negosiasi tengah menemukan titik terang dengan sejumlah hal disepakati oleh pihak Tiongkok seperti menghapus tambahan tarif terhadap produk otomotif buatan AS, menambah impor komoditas pertanian asal AS, serta memodifikasi program "Made in China 2025" yang bertujuan memajukan industri manufaktur berteknologi tinggi Tiongkok namun menghambat akses investor asing untuk masuk berinvestasi disana.
(Baca: The Fed Naikkan Suku Bunga Amerika-25-Bps, Tahun 2019 Tak Lagi Agresif)