Survei SMRC: Pendukung Prabowo-Sandi Lebih Meragukan Kinerja KPU
Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menyatakan pendukung Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lebih pesimistis terhadap kinerja penyelenggara pemilihan umum daripada pemilih Paslon Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Survei SMRC berdasarkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Direktur Riset SMRC Deni Irvani menyatakan penilaian integritas penyelenggara pemilu tidak lepas dari preferensi politik masyarakat. "Survei menunjukkan bahwa penilaian pendukung pasangan calon 02 lebih negatif daripada pendukung pasangan calon 01," kata Denny saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (10/3).
Untuk penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) SMRC menyatakan keyakinan pendukung Prabowo-Sandi terhadap KPU sebesar 65,7%, sedangkan ketidakyakinannya mencapai 23,3%. Sebaliknya, keyakinan pemilih Jokowi-Amin kepada KPU tercatat pada level 90,6% dan ketidakyakinannya hanya 4,1%.
Sementara itu, untuk pegawasan Bawaslu terkait Pilpres, SMRC menyebutkan keyakinan pendukung Prabowo-Sandi hanya 65,3% dan ketidakyakinannya sebesar 21,5%. Padahal, keyakinan pemilih Jokowi-Amin bisa mencapai 87,8% sedangkan ketidakyakinannya hanya 5,4%.
(Baca: Survei SMRC Jokowi-Amin Unggul Jauh Atas Prabowo-Sandi)
Deni menyebutkan, hubungan penilaian pendukung masing-masing pasangan calon sangat bias karena hasilnya berbeda. Namun, dia menegaskan keyakinan kedua kubu atas penyelenggaraan Pilpres menunjukkan hasil positif bagi KPU dan Bawaslu karena ketidakyakinannya hanya sekitar 11% sampai 13%.
Dia juga menyorot jumlah masyarakat yang tidak percaya terhadap kinerja KPU dan Bawaslu yang mencapai 13%. "Kalau dikonversikan kepada masyarakat pemilih yang mencapai 190 juta orang, berarti masih ada sekitar 25 juta warga sehingga menjadi masalah besar jika ada mobilisasi," ujar Deni.
Menurutnya, integritas pengelolaan konflik politik oleh KPU dan Bawaslu merupakan titik strategis dalam Pilpres. Alasannya, jika penilaian masyarakat terhadap integritas KPU dan Bawaslu buruk, legitimasi proses dan hasil pemilihan pada 17 April 2019 nanti juga bisa mencerminkan rendahnya nilai demokrasi Indonesia 5 tahun ke depan.
Anggota KPU Hasyim Asyari menyambut positif hasil riset SMRC karena tingkat kepercayaan penyelenggaraan pesta demokrasi yang bisa mencapai 80%. Sehingga, KPU bakal terus meningkatkan kepercayaan publik terhadap Pilpres yang bergantung kepada kapabilitas dan integritas penyelenggara.
(Baca: Survei PolMark: Elektabilitas di Bawah 50%, Jokowi dalam Bahaya)
Ketua Bawaslu Abhan mengungkapkan pengawasan bakal penyelenggaraan bakal bertambah oleh sosialisasi kepada masyarakat. Apalagi, kampanye bebas menggunakan media komunikasi pada 24 Maret 2019 hingga 13 April 2019. Sehingga, pengetahuan dan informasi terkait praktik politik dalam kampanye semakin jelas.
Abhan menekankan, pengawasan bakal lebih ketat ke level paling kecil sampai tempat pemungutan suara (TPS) karena berkaitan erat dengan terhadap kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pesta demokrasi. "Dinamika tahun 2019 sangat berbeda, jadi intensitas pengawasan lebih tinggi," katanya.