Dugaan Kartel, KPPU Dalami Rangkap Jabatan Direksi Garuda di Sriwijaya
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan bakal menindaklanjuti dugaan kartel yang berakibat pada persaingan usaha tidak sehat di jasa penerbangan. Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan akan mendalami hubungan kasus tersebut dengan penempatan jajaran direksi PT Garuda Indonesia di Sriwijaya Air.
Menurut dia, penempatan jajaran direksi pada maskapai penerbangan lainnya selain Garuda Indonesia merupakan bentuk kontrol perusahaan yang bertentangan dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat. "Tim investigator kami masih bekerja dan mendalami perkaranya," kata Guntur Syahputra Saragih di Makassar, Selasa (2/4).
(Baca: Tiket Mahal, Antara Dugaan Kartel dan Penyelamatan Maskapai)
Secara rinci, UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 26 menyebutkan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain. Terutama apabila perusahaan tersebut dalam pasar yang sama. Atau, memiliki keterkaitan dalam bidang dan jenis usaha ataupun secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
(Baca: Kenaikan Harga Tiket, KPPU Telisik Kebijakan Industri Penerbangan)
Atas dasar itu, KPPU akan melakukan pendalaman. Terlebih, Garuda Indonesia belum menyerahkan surat pemberitahuan atas kesepakatan bersama atau merger dengan Sriwijaya Air hingga waktu yang ditentukan. "Kalau memang sudah merger kenapa sampai sekarang belum mengajukan dan menyerahkan notifikasinya. Kan mereka tahu ketentuan itu dan dilaporkan ke KPPU," katanya.
Lebih lanjut, Guntur menjelaskan alasan mengapa penelitian masuk ke ranah jabatan karena rangkap jabatan merupakan indikasi adanya persaingan yang tidak sehat. Melalui rangkap jabatan, dikhawatirkan terjadi kompromi antardireksi untuk menaikkan tarif tiket pesawat termasuk kargo. Apalagi perusahaan-perusahaan tersebut berada dalam pasar yang sama dan memiliki keterkaitan dalam bidang atau jenis usaha.
Selain itu, ada potensi penguasaan pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan praktek monopoli. Guntur menambahkan, jika hasil penelitian KPPU mampu membuktikan ada pelanggaran, maka perusahaan itu bisa dikenakan sanksi berupa denda maksimal hingga Rp 25 miliar. "Saat ini, sanksi itu adalah nilai tertinggi. Sanksi mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999," ujarnya.
(Baca: Garuda, Sriwijaya Air dan Citilink Kompak Turunkan Harga Tiket 20% )
Katadata.co.id mencoba meminta tanggapan mengenai hal ini kepada Direktur Utama PT Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum merespons.
Sebelumnya diberitakan, Garuda Indonesia Group melalui anak perusahaannya, PT Citilink Indonesia, mengambil alih operasional Sriwijaya Air dan NAM Air. Hal tersebut direalisasiakn dalam bentuk penandatanganan kerja sama operasi (KSO) antara PT Citilink Indonesia dengan PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air pada 9 November 2018.
Tujuan kerja sama ini antara lain untuk memperbaiki kinerja operasi dan kinerja keuangan agar membantu kinerja keuangan dan operasional Sriwijaya Air Group. Dengan model ini, operasional dan finansial Sriwijaya berada di bawah pengelolaan KSO.
Bahkan, terbuka pula kemungkinan KSO dapat berlanjut ke peralihan saham ke Garuda. "Termasuk membantu Sriwijaya Air dalam memenuhi komitmen dan kewajiban mereka terhadap pihak ketiga, di antaranya Garuda Indonesia Group," kata Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Ari Askhara.
Sejalan hal tersebut, Sriwijaya Air juga telah merombak jajaran direksi dan komesaris. Dilansir dari Bisnis.com, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra menjadi Komisaris Utama Sriwijaya Air Group. "Direksinya baru diangkat ada tujuh orang, dua dari Sriwijaya dan lima dari Garuda. Komisarisnya juga tujuh orang, dari Sriwijaya sebagai pemegang saham ada empat orang, sedangkan Garuda hanya tiga orang," katanya.
(Baca: Kenaikan Tarif Tiket dan Bagasi Pesawat Bisa Jadi Bumerang Maskapai)
Namun, dia menegaskan tidak ada pengaturan harga tiket maupun rute. Menurutnya, perseroan hanya berupaya menciptakan ekosistem industri penerbangan yang lebih baik. Dia juga berpendapat pengaturan harga yang mengarah ke tindak monopoli tidak mungkin bisa dilakukan karena kedua grup maskapai memiliki jenis layanan yang berbeda.