Mantan Ketua KY Kritik Prosedur KPU Sebabkan Petugas KPPS Meninggal
Komisi Pemilihan Umum (KPU) lagi-lagi dihujani kritikan terkait meninggalnya ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Kali ini kritik datang dari Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari, yang mempertanyakan Standar Operasional Prosedur (SOP) kerja yang diibuat KPU untuk petugas KPPS.
Dalam diskusi publik bertajuk 'Membedah Persoalan Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan' yang digelar oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Aidul mengungkapkan bahwa ada yang salah dari SOP yang dibuat oleh KPU untuk petugas KPPS.
Menurutnya, jika SOP dari KPU itu sudah dimatangkan dan sudah dipertimbangkan baik-baik, maka tidak akan muncul kejadian meninggalnya ratusan petugas KPPS.
Memang, jam kerja yang panjang sudah disadari oleh KPU dan untuk mengantisipasinya, dikurangilah jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dari sebelumnya 500 menjadi 300 per TPS, agar sedikit meringankan kerja petugas KPPS.
Namun, Aidul merasa kebijakan yang diambil oleh KPU masih belum matang, karena ternyata toh terbukti ratusan petugas KPPS meninggal dunia.
"Pemerintah harus bertanggungjawab penuh, sebab meninggalnya ratusan petugas KPPS tersebut terjadi saat mereka melaksanakan tugas," ujar Aidul, Senin (13/5).
Kalaupun memang kelelahan menjadi penyebab utama ratusan petugas KPPS meninggal, maka hal tersebut menjadi faktor yang memberatkan SOP dari KPU dan hal tersebut menurut Aidul layak untuk diselidiki lebih jauh.
(Baca: Fenomena Kelelahan Petugas KPPS yang Berujung Kematian)
Kritik Aidul terhadap SOP petugas KPPS yang ditetapkan oleh KPU sebenarnya beralasan. Pasalnya, kebijakan mengurangi DPT dari 500 menjadi 300 per TPS tidak dibarengi dengan kebijakan lain, seperti misalnya pengaturan jam kerja petugas KPPS.
Memang, dalam dunia medis kelelahan tidak pernah menjadi penyebab langsung kematian seseorang. Namun, kelelahan merupakan faktor pemicu yang bisa menyebabkan salah satu organ tubuh bermasalah dan akhirnya menyebabkan kematian.
Mengutip Antara, Dekan FKUI, Prof Ari F Syam mengungkapkan, orang yang bekerja hingga 24 jam memiliki potensi gangguan kesehatan. Sebab, normalnya orang bekerja menurutnya adalah delapan jam.
"Kelelahan yang disebabkan jam kerja yang panjang, bisa juga memicu munculnya penyakit bawaan, apalagi jika ada petugas KPPS yang sebelumnya mengidap penyakit kronis," ujar Ari.
Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M. Faqih. Ia sepakat kelelahan bukanlah penyebab utama, melainkan pemicu munculnya penyakit atau gangguan yang akhirnya menyebabkan kematian.
Pun demikian dengan pendapat Ahli penyakit dalam Prof. Zubairi Djoerban Sp.PD, KHOM, yang menyatakan bahwa kelelahan, dehidrasi, dan stress dapat memicu terjadinya serangan jantung dan stroke yang bisa menyebabkan kematian.
(Baca: Kisah Para Pahlawan Pemilu yang Kelelahan hingga Meninggal)
Namun, masih ada faktor-faktor lainnya yang perlu diperhitungkan terkait meninggalnya seseorang. Oleh karena itu, perlu ada penyelidikan lebih jauh, untuk memastikan penyebab kematian petugas KPPS.
Untuk penyelidikan lebih lanjut, Aidul menyarankan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), untuk mengungkap kondisi sebenarnya di lapangan. "TGPF perlu dibentuk karena kematian ratusan petugas KPPS masih menimbulkan banyak tanda tanya di publik," kata Aidul.
Hasil penyelidikan menurutnya bisa digunakan menjadi bahan evaluasi, sehingga penyelenggaraan Pemilu ke depan tidak lagi memakan korban jiwa petugas KPPS. Ia pun yakin hasil penyelidikan akan objektif, mengingat TGPF akan beranggotakan beberapa institusi seperti Komnas HAM, Polri, KPU, IDI dan Bawaslu.
Sementara, Ari mengungkapkan, saat ini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) telah bekerja sama dengan Asosiasi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) untuk melakukan penelitian mengenai penyebab kematian petugas KPPS.
Penelitian akan dilakukan dengan audit medik bagi petugas KPPS yang meninggal dunia di rumah sakit. Sementara, bagi petugas KPPS yang meninggal dunia di rumah, maka yang dilakukan adalah autopsi verbal.
Penelitian ini ia harapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah dalam penyelenggaraan Pemilu.
(Baca: Petugas KPPS Seharusnya Diikutkan Program Asuransi Jiwa)