Sri Mulyani: Ada Kejanggalan pada Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa memang ada kejanggalan mengenai standar audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Garuda/GIAA) yang tengah menjadi polemik.
"Sekarang, setelah pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kami sepakat menetapkan bahwa memang ada kejanggalan pada standar audit keuangan Garuda," ucap dia di Kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).
Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya sudah mengutarakan bahwa memang terdapat dugaan itu pada laporan keuangan 2018 Garuda. Namun, Kemenkeu menunggu OJK untuk mencapai kesepakatan dan penentuan sanksi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto mengatakan, jika sudah ada keyakinan pelanggaran dalam standar pencatatan laporan keuangan Garuda maka akan ada sanksi untuk auditornya, yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan.
(Baca: Garuda Keluar dari Jajaran 10 Maskapai Top Dunia)
KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan merupakan anggota BDO International. "Sanksinya tergantung level pelanggaran, mulai dari berat, ringan, skorsing, sampai pembekuan. Nanti ada rekomendasi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK)," jelas Hadiyanto, Selasa (18/6) lalu.
Sebelum memutuskan hal itu, Kemenkeu akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang saat ini tengah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan tersebut karena Garuda merupakan perusahaan terbuka.
Kemenkeu dan OJK berencana menggelar konferensi pers bersama soal hasil pemeriksaan masing-masing pihak. Hal ini, menurut dia, penting untuk memberikan transparansi kepada publik.
Kasus laporan keuangan maskapai pelat merah itu bermula dari dua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, yang menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan Garuda tahun buku 2018 tidak sesuai dengan standar pencatatan akuntansi.
(Baca: Garuda Indonesia Akan Ajukan Banding Atas Putusan Pengadilan Australia)
Alhasil, mereka menolak untuk menandatangani laporan keuangan tersebut. Mereka menilai, seharusnya Garuda Indonesia mencatatkan rugi tahun berjalan senilai US$ 244,95 juta. Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan senilai US$ 5,01 juta.
Keberatan mereka didasarkan pada perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan yang ditandatangani oleh anak usaha Garuda Indonesia, yakni PT Citilink Indonesia dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata). Pendapatan dari Mahata yang sebesar US$ 239,94 juta, menurut mereka, tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.