JK Sebut Perpres Kendaraan Listrik Terganjal Urusan Pajak
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan, penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) terhambat perkara pajak. Karena itu, regulasinya masih harus dikaji pemerintah.
Pria yang akrab disapa JK ini memastikan kebijakan tersebut akan diluncurkan tahun ini. “Kendalanya, khususnya, urusan pajak. Ada yang berlaku tahun ini, ada yang dua tahun lagi. Tetapi akan jalan," katanya di Jakarta, Kamis (18/7).
Namun, ia tidak merinci kebijakan pajak yang dimaksud. JK hanya mengatakan, ketentuan pajak semestinya mendukung konsumen dan industri. Aturan pajak juga seharusnya memperhitungkan dampaknya terhadap penerimaan negara maupun masyarakat.
(Baca: Perpres Kendaraan Listrik Rampung, Tinggal Diteken Jokowi)
Karena itu, ia menilai perlu ada harmonisasi kebijakan antarkementerian dan lembaga (K/L) terkait kendaraan bermotor listrik tersebut. K/L yang dimaksud seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Keuangan.
Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongki Sugiarto menambahkan, instrumen pajak menjadi kunci utama pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Sebab, besaran pajak akan menentukan jumlah impor yang dilakukan oleh produsen kendaraan listrik.
"Kalau tarif sudah ditentukan, nanti produsen bisa berhitung. Mana yang mau diimpor, yang hybrid, plug-in hybrid, atau kendaraan berbasis baterai (electric vehicle)," kata JK.
Selain pajak, menurutnya kesiapan infrastruktur menjadi hal utama untuk mendorong penggunaan mobil listrik di Tanah Air. Infrastruktur tersebut harus mampu memfasilitasi berbagai jenis kendaraan listrik.
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan, rancangan aturan tersebut tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden Joko Widodo. Ia menjelaskan, Perpres Kendaraan Listrik memuat beberapa poin utama. Salah satunya, produsen kendaraan bermotor listrik berbasis baterai wajib membangun fasilitas manufaktur di dalam negeri, beserta industri komponennya.
(Baca: Studi BPPT: Mobil Listrik Lebih Hemat daripada BBM)
Perpres tersebut juga mendorong adanya penelitian, pengembangan dan inovasi industri kendaraan listrik berbasis baterai. Hal ini dapat dilakukan dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan industri.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat, impor kendaraan listrik saat ini dibebani bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Akibatnya, harga kendaraan listrik dianggap lebih mahal 30% dibanding kendaraan konvensional.
Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyampaikan, PPnBM bagi kendaraan listrik bakal 50% lebih rendah dibanding kendaraan biasa. Namun, dia belum memastikan kapan kebijakan itu bakal dirilis.
Hal ini akan membuat harga kendaraan bermotor listrik lebih murah dibanding yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Dia berharap, harga jual yang terjangkau bisa meningkatkan kemampuan masyarakat untuk membeli mobil listrik.
Insentif tak hanya diberikan kepada produsen kendaraan bermotor listrik. Sri Mulyani mengatakan, akan ada insentif bagi industri pendukung seperti baterai, pengisi daya baterai hingga pembuat komponen kendaraan bermotor listrik.
(Baca: Gaikindo Dukung Impor Mobil Listrik untuk Buka Peluang Investasi)