Kemenhub Sebut Sriwijaya Air Putuskan Rujuk dengan Citilink
Sriwijaya Air Grup dan Garuda Indonesia Grup akhirnya kembali rujuk dalam Kerja Sama Manajemen (KSM). Sebelumnya, kedua perusahaan penerbangan ini sempat pecah kongsi lantaran anak usaha Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia menilai ada pelanggaran KSM yang dilakukan oleh Sriwijaya Air.
Direktur Kelaikan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Avirianto menjelaskan akibat adanya pecah kongsi tersebut pengelolaan risiko atau HIRA (Hazard, Identification, Risk, Assesment) Sriwijaya tinggi atau berada di level merah. Hal ini menyebabkan maskapai tersebut tidak layak beroperasi.
Pada akhirnya, menurut dia, pemegang saham memutuskan untuk kembali menjalin KSM. Dengan demikian, maskapai itu bisa mendapatkan fasilitas perawatan yang dimiliki oleh Grup Garuda Indonesia, melalui PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF AeroAsia), dan dapat beroperasi secara normal.
"Pemegang saham mengambil keputusan itu karena HIRA justru semakin tinggi. Sekarang sudah normal karena semuanya sudah masuk ke GMF," ujar Avirinato kepada Katadata.co.id, Selasa (1/10).
(Baca: Tak Laik Terbang, Ini Kronologis Pecah Kongsi Sriwijaya dengan Garuda)
Avirinato menyebutkan keputusan ini diambil setelah Sriwijaya berkoordinasi dengan pemerintah hari Senin (30/9).
Sebelumnya, Director of Quality, Safety and Security Sriwijaya Air Capt Toto Soebandoro telah menerbitkan surat internal perusahaan untuk menghentikan operasi atau mengurangi biaya operasional sesuai dengan kemampuan perusahaan beberapa hari ke depan.
Hal ini dilatarbelakangi oleh keterbatasan mekanik untuk meneruskan dan mempertahankan kelaikudaraan dengan baik, belum adanya laporan keuangan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, dan adanya catatan ramp check yang dilakukan oleh insepktur Directorate General Of Civil Aviation (DGCA).
Namun, rekomendasi tersebut justru tidak digubris oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson I Jauwena. Hal ini kemudian menyebabkan dua direktur Sriwijaya Air, Direktur Operasi Fadjar Semiarto dan Direktur Teknik Romdani Ardali Adang mengundurkan diri.
(Baca: Buntut Dualisme Kepemimpinan, Dua Direktur Sriwijaya Air Mundur)
Selain itu, menurut Fadjar, dalam manajemen Sriwijaya Air terdapat dualisme kepemimpinan. Ini terjadi sejak pemegang saham mencopot Joseph Adrian Saul dari jabatan sebagai Direktur Utama pada awal September lalu, dan Jefferson I Jauwena sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama.
Adapun dalam surat perizinan di Kementerian Perhubungan Joseph Adrian Saul masih tercatat sebagai penanggung jawab Sriwijaya Air sehingga tanggung jawab maskapai masih dipegang oleh Joseph. "Jadi direktur utama secara akta ada, tapi ada Plt direktur utama yang mengambil keputusan. Padahal kalau Plt ambil keputusan tidak sah," kata Fadjar saat ditemui di Jakarta, Senin (30/9).
Pencopotan Joseph sebagai dirut juga tanpa diketahui oleh Citilink Indonesia, padahal keduanya terikat dalam KSO dan KSM. Dalam perjanjian kerja sama tersebut disebutkan bahwa ada kewajiban bagi Citilink untuk melakukan seleksi atas pengurus Sriwijaya dan anak dari Sriwijaya.
(Baca: Citilink Gugat Sriwijaya Air karena Diduga Langgar Perjanjian)
Ini menyebabkan Citilink melayangkan gugatan kepada Sriwijaya Air di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 582/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst. Ini terkait pergantian komisaris dan direktur utama Sriwijaya tanpa persetujuann dan pemberitahuan kepada Citilink.
Saat dikonfirmasi perihal kerja sama tersebut, Senior Manager Corporate Communication Sriwijaya Air Adi Willi belum bersedia memberikan informasi. Sementara Vice President (VP) Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan dan VP Corporate Secretary Citilink Indonesia Resty Kusandarina belum menjawab permintaan konfirmasi Katadata.co.id.
Adapun siang ini, Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air bakal memberikan konferensi pers terkait perkembangan kerja sama kedua maskapai tersebut.