Bea Keluar Nikel Melonjak Tajam Setelah Larangan Ekspor Dipercepat
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyampaikan bahwa terjadi lonjakan bea keluar yang sangat drastis dari ekspor nikel, pasca-pemerintah mengumumkan pelarangannya mulai 1 Januari 2020 atau 2 tahun lebih awal dari yang diumumkan sebelumnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi, lonjakan bea keluar tersebut lantaran beberapa perusahaan menggenjot ekspor nikelnya sebelum dilarang pada awal tahun depan.
“Memang terjadi peningkatan volume ekspornya (nikel). Lonjakannya terjadi mulai September 2019 pasca-pemerintah mengumumkan moratorium ekspor nikel mulai tahun depan,” ujarnya di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur, Rabu (13/11).
(Baca: BKPM - Pengusaha Sepakat Harga Jual Nikel ke Smelter Maksimal US$ 30)
Heru menjelaskan, setelah pemerintah mengumumkan moratorium ekspor di awal September 2019, bea keluar ekspor nikel di bulan itu langsung melonjak hingga 191,41% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year (yoy) menjadi Rp 170 miliar.
Sebulan kemudian, bea keluar nikel naik semakin kencang nyaris mencapai 300% atau tepatnya 298% yoy menjadi sekitar Rp 300 miliar. Dengan kenaikan tersebut, total penerimaan bea keluar ekspor nikel sepanjang tahun ini hingga Oktober 2019 telah menyentuh angka Rp 1,1 triliun. Padahal sepanjang 2018, total penerimaan bea keluar nikel hanya mencapai Rp 659 miliar.
Seperti diketahui pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Senin 2 September 2019 mengumumkan larangan ekspor komoditas bijih nikel dipercepat menjadi mulai 1 Januari 2020
(Baca: Bea Cukai Ancam Beri Sanksi Pidana Bagi Pelanggar Ekspor Nikel)
Salah satu pertimbangannya yaitu untuk menjaga cadangan dan juga semakin banyaknya smelter nikel yang mulai beroperasi. "Karena smelter nikel sudah banyak, maka pemerintah ingin mempercepat dan bergerak mengambil inisiatif menghentikan ekspor nikel untuk segala kadar kualitas," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot ketika itu.
Heru menegaskan, sebagai eksekutor di lapangan, DJBC senantiasa berkolaborasi dengan berbagai instansi terkait dalam memonitor eskpor nikel agar sesuai dengan ketentuan baik dari sisi perkembangan pembangunan smelter, kadar nikel yang diekspor, dan perizinannya.
Mengenai potensi turunnya penerimaan negara dari penerimaan bea keluar nikel setelah ekspornya dilarang, dia mengatakan hal tersebut bukan jadi pertimbangan utama pemerintah mengeluarkan aturan ini.
“Aturan ini tidak melihat aspek penerimaan negara, karena tujuan utamanya untuk memberi nilai tambah pada industri nikel dalam negeri agar bisa menikmati kue dari bisnis nikel,” ujarnya.
(Baca: Larangan Ekspor Dipercepat, Saham Perusahaan Nikel Menghijau)