Sebut Pengusaha Tambang Kaya, Jokowi Minta Bantu Atasi Defisit Dagang

Dimas Jarot Bayu
20 November 2019, 20:10
Jokowi mendorong pengusaha hilirisasi hasil tambang untuk mengatasi defisit transaksi berjalan
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Ilustrasi, Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan di sela penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian dan Lembaga, serta Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2020 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak para pengusaha yang tergabung dalam Indonesia Mining Association (IMA) untuk hilirisasi komoditas tambang. Hal ini bertujuan meningkatkan ekspor dan mendorong neraca perdagangan surplus.

Ia mendorong pengusaha hilirisasi hasil tambang mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi. Alhasil, nilai ekspornya lebih tinggi. “Dengan begitu negara kita memiliki nilai tambah dan dampak berganda (multiplier effect),” kata Jokowi di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, hari ini (20/11).

Selain menaikkan ekspor, Jokowi optimistis hilirisasi hasil tambang bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Kegiatan ini juga berpeluang mendorong neraca perdagangan surplus dan mengurangi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).

Berdasarkan perhitungannya, hilirisasi nikel bisa mengatasi persoalan defisit transaksi berjalan kurang dari tiga tahun. “Ini belum berbicara masalah timah, batu bara, copper. Banyak sekali yang bisa dilakukan dari sana,” kata Jokowi.

(Baca: Energi Baru Ancam Industri Batu Bara, Pemerintah Dorong Hilirisasi)

Selain meningkatkan ekspor, hilirisasi hasil tambang bisa mengurangi impor. Sebab, barang jadi atau setengah jadi hasil hilirisasi menjadi substitusi impor. Ia mencontohkan, gasifikasi batu bara dapat menjadi produk turunan seperti liquefied petroleum gas (LPG), petrokimia, metanol, dan lainnya.

Produk turunan itu dibutuhkan oleh industri lain, yang saat ini mengimpor bahan baku. “Kalau ini (produk turunan) muncul dari dunia pertambangan kita, kenapa impor LPG dan petrokimia yang sangat besar?” kata dia.

Lebih lanjut, neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang positif akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pembayaran hasil ekspor membutuhkan mata uang lokal, sedangkan impor butuh mata uang asing.

Dengan demikian, meningkatnya ekspor akan meningkatkan permintaan mata uang lokal. Turunnya impor mengurangi permintaan mata uang asing. Dengan begitu, nilai tukar rupiah bisa stabil.

(Baca: Bantu Kurangi Impor Migas, BUMI Lirik Proyek Hilirisasi Batu Bara)

Selain itu, hilirisasi hasil tambang bakal memuluskan rencana pemerintah untuk mendorong pengembangan mobil listrik. Sebab, hilirisasi copper dan nikel dapat menghasilkan bahan baku baterai lithium pada mobil listrik.

“Kalau bahan dan barangnya ada, kenapa diekspor?” kata Jokowi. Menurut dia, perusahaan bisa menggandeng korporasi lain yang memiliki teknologi untuk hilirisasi hasil tambang.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku sudah memerintahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tambang untuk hilirisasi mineral. Jokowi lantas kembali mengajak perusahaan swasta melakukan hal serupa.

Jika ada kendala, terutama soal pendanaan, Jokowi siap mencarikan solusinya. “Tetapi, Bapak/Ibu semuanya ini orang kaya. Jadi menurut saya semestinya tidak ada masalah,” katanya.

Sekadar informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan sepanjang Januari-Oktober defisit US$ 1,79 miliar. Bank Indonesia (BI) pun merilis data defisit transaksi berjalan pada Kuartal III-2019 mencapai US$ 7,7 miliar atau 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit transaksi berjalan secara kumulatif tercatat US$ 46 juta.

(Baca: Luhut Bakal Gandeng KPK untuk Kawal Larangan Ekspor Barang Mentah)

Reporter: Dimas Jarot Bayu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...