SCBD Resmi Delisting, Apa Saja Penyebab Saham Didepak dari Bursa?

Sorta Tobing
20 April 2020, 14:41
SCBD delisting dari pasar modal, BEI, bursa efek indonesia, apa itu delisting saham, apa dampak delisting
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/hp.
Ilustrasi. Emiten SCBD delisting dari pasar modal.

PT Danayasa Arthatama Tbk resmi mengundurkan diri sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia mulai hari ini, Senin (20/4). Aksi delisting ini menandakan Danayasa tak lagi memiliki kewajiban sebagai perusahaan tercatat di pasar modal.

“Bursa menyetujui penghapusan pencatatan efek Danayasa Arthatama dengan kode perdagangan SCBD dari Bursa Efek Indonesia efektif pada Senin, 20 April 2020,” tulis BEI dalam keterangan tertulisnya pada Jumat lalu.

Proses delisting tersebut merujuk pada surat Pengumuman Bursa pada 16 Juli 2019. Surat ini berisi suspensi saham SCBD dan permohonan pengapusan pencatatan (voluntary delisting).

Suspensi saham SCBD di pasar reguler telah terjadi sejak 28 Juli 2017. Sebelum dihentikan, harga saham perusahaan real estate milik Tomy Winata itu berada di level Rp 2.700 per lembar.

Penghentian perdagangan ini berkaitan dengan Pemenuhan Ketentuan V.2 Peraturan Bursa Nomor I-A. SCBD tidak memenuhi syarat jumlah pemegang saham minimal 300 pihak.

Berdasarkan data RTI Infokom, per 30 November 2019, sebanyak 82,41% saham SCBD dikuasai PT Jakarta International Hotels & Development Tbk. Lalu, sisa saham sebanyak 8,87% dipegang PT Kresna Aji Sembada, 8,57% oleh publik, dan 0,15% merupakan saham treasury.

(Baca: 18 Tahun Jadi Emiten, SCBD Milik Tomy Winata Hengkang dari Bursa)

Apa Itu Delisting Saham?

Melansir dari situs Investopedia, delisting adalah penghapusan saham yang terdaftar di pasar modal. Penghapusan ini dapat bersifat sukarela atau paksaan. Biasanya aksi tersebut terjadi karena perusahaan menghentikan operasi, menyatakan diri bangkrut, terjadi merger, tidak memenuhi persyaratan otoritas bursa, atau ingin menjadi perusahaan tertutup.

Kerap kali delisting sukarela mengindikasikan kesehatan keuangan perusahaan atau tata kelola perusahaan yang buruk. Strait Times menulis delisting juga bisa terjadi ketika volume perdagangan saham yang rendah. Hal ini bisa mendorong perusahaan melakukan privatisasi.

Apa Itu Involuntary Delisting?

Involuntary delisting terjadi ketika perusahaan publik melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum yang ditetapkan, lalu sahamnya dihapus oleh otoritas Bursa. Kadang kondisi ini disebut juga force delisting alias penghapusan saham secara paksa.

Kembali mengutip dari Investopedia, standar keuangan minimum yang harus dipenuhi mencakup kemampuan untuk mempertahankan saham minimum, rasio keuangan, dan tingkat penjualan.

Ketika perusahaan tidak memenuhi aturan, maka BEI akan mengeluarkan peringatan ketidakpatuhan. Jika hal ini berlanjut, maka Bursa dapat menghapus saham itu dari pasar modal.

(Baca: BEI Peringatkan Emiten Suspensi Bakal Delisting dalam Waktu 24 Bulan)

Apa yang Terjadi Ketika Perusahaan Delisting dari Pasar Modal?

Ketika perusahaan tak lagi tercatat di pasar modal, otomatis perdagangan sahamnya pun akan dihentikan. Perusahaan lalu akan membuat penawaran kepada pemegang saham. Penawaran ini dapat bervariasi dari harga terakhir saham yang diperdagangkan.

Dalam kasus SCBD, Kresna Aji Sembada telah mengumumkan akan melakukan tender sukarela membeli 2,13 juta saham milik public. Saham itu setara 0,07% dan akan dibeli dengan harga Rp 5.565 per lembarnya. Total nilai tender ini mencapai Rp 11,85 miliar.

Harga yang ditawarkan tersebut merupakan premium. Nilainya dua kali lipat dari harga SCBD saat perdagangannya dihentikan Bursa pada 2017 lalu. Harga itu juga lebih besar 22,75% dari yang dikeluarkan Penilai Independen, yaitu Rp 4.534 per lembarnya.

(Baca: Banyak Masalah, Saham TPS Food Terancam Didepak dari Bursa)

Apa Konsekuensi Saham yang Delisting?

Konsekuensi penghapusan saham akan berdampak ke para investor. Mereka jadi sulit mengetahui kinerja perusahaan dan lebih sukar lagi untuk dibeli. Perusahaan juga tidak dapat lagi menerbitkan saham baru ke pasar, misalnya untuk melakukan aksi korporasi.

Saham Apa Saja yang Pernah Lakukan Delisting di BEI di 2019?

Pada 2019, BEI melakukan delisting terhadap enam saham. Keenam saham itu adalah Bank Mitraniaga, Sekawan Intipratama, Bara Jaya Internasional, Bank Nusantara Parahyangan, Grahamas Citrawisata, dan Sigmagold Inti Perkasa.

Saham Bank Mitraniaga dihapus perdagangannya dari lantai bursa karena merger dengan Bank Agris. Sekawan Intipratama tak lagi tercatat di pasar modal karena bisnis utamanya, yaitu penambangan batu bara, tak kunjung beroperasi. Bank Nusantara Parahyangan delisting karena merger dengan Bank Danamon.

Lalu, Bara Jaya Internasional tak lagi menjadi emiten BEI karena mengalami masalah pada bisnis intinya. Saham Grahamas Citrawisata terpaksa keluar dari papan bursa karena tidak memenuhi sejumlah syarat. Salah satunya, saham perseroan hanya dimiliki oleh 159 pihak, padahal minimumnya harus 300 pihak.

Sigmagold Inti Perkasa juga melakukan serangkaian pelanggaran aturan BEI sebelum akhirnya kena delisting. Perusahaan belum membayar denda dan biaya pencatatan tahunan, tidak menggelar paparan publik, dan tidak menyampaikan laporan keuangan.

(Baca: Sigmagold Didepak dari Bursa, BEI: agar Perusahaan Melakukan Perbaikan)

Reporter: Ihya Ulum Aldin

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...