Sepakati UU Minerba, DPR dan Pemerintah Menuai Banyak Kritik

Image title
Oleh Verda Nano Setiawan - Febrina Ratna Iskana
12 Mei 2020, 16:16
dpr, ruu minerba, pemerintah, pertambangan
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi, alat berat bongkar muat batu bara di Jakarta, Jumat (15/11/2019). Sejumlah elemen masyarakat mengkritik langkah pemerintah dan DPR melanjutkan pembahasan RUU Minerba.

DPR dan pemerintah telah menyepakati Revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba). Namun, kesepakatan tersebut justru menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar menilai pembahasan RUU Minerba terkesan dipaksakan. Sebab, pembahasan revisi beleid itu dilaksanakan di tengah pandemi corona.

Advertisement

Menurut dia, pemerintah dan DPR seharusnya fokus menangani dampak penyebaran Covid-19. Apalagi, pengesahan RUU Minerba tidak mendesak bagi rakyat.

Di sisi lain, dia menilai proses pembahasan RUU Minerba tertutup dari publik. "Tidak melibatkan partisipasi publik dengan sungguh-sungguh," kata Bisman kepada katadata.co.id, Selasa (12/5).

Lebih lanjut, dia menyebut, RUU Minerba seharusnya dibuat sebagai undang-undang perubahan, bukan revisi undang-undang. Sebab, perubahan dalam RUU Minerba mencapai 80%.

Selain itu, Bisman mengkritik klausal "menjamin" perpanjangan kontrak dalam RUU Minerba. Menurutnya, Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seharusnya tidak diperpanjang dan dikembalikan kepada negara.

Hal itu, lanjut Bisman, sesuai amanat konstitusi UUD 1945 yang menyatakan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Setelah kembali ke negara, pengelolaan wilayah pertambangan dapat diserahkan kepada BUMN, yang dapat menggandeng badan usaha pemegang KK dan PKP2B eksisting maupun badan usaha lain.

Selain itu, dia menyoroti tidak adanya perubahan luas wilayah dalam perpanjangan kontrak."Lebih parahnya lagi perpanjangan PKP2B tersebut dengan luas wilayah yang tidak dikurangi, ini jelas tidak adil serta tidak sesuai dengan asas proporsionalitas dan pemerataan pengelolaan sumber daya alam," kata dia.

Seperti diketahui, ada enam PKP2B yang menanti perpanjangan dari pemerintah, yaitu PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Multi Harapan Utama, PT Adaro Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, dan PT Berau Coal.

Selain itu, Bisman mengkritik poin-poin krusial seperti resentralisasi kewenangan ke pemerintah pusat, peningkatan nilai tambah dalam negeri (hilirisasi), ketentuan mengenai divestasi, penguatan BUMN, dan terkait Ancaman Pidana yang lebih ringan.

(Baca: RUU Minerba Segera Diundangkan, Berikut Poin-poin Penting dan Krusial)

Di sisi lain, Iqbal Damanik dari Auriga Nusantara mengatakan pengesahan RUU Minerba menambah panjang masa ketergantungan ekonomi Indonesia pada komoditas sumber daya alam. Hal tersebut memperlihatkan kerakusan dan cara pandang yang eksploitasi.

Salah satunya tercermin dalam penambahan Pasal 169 A yang menyebutkan kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK selama 10 tahun.

“Fokus pemerintah pada penyelamatan pebisnis batubara ini, sangat disayangkan melalui perubahan undang-undang. Pemerintah harusnya memaksa para pemegang kontrak/perjanjian untuk menyelesaikan terlebih dahulu kewajibannya tanpa menjamin perpanjangan," ujar Iqbal.

Salah satu bentuk kewajiban tersebut, yaitu  menutup lubang-lubang tambang yang disebabkan aktivitas pertambangan. "Total luas lubang tambang itu lebih dari 87 ribu hektare, atau setara dengan luas Jakarta digabungkan dengan Kota Bandung," katanya.

Sedangkan perwakilan dari Walhi Indonesia Edo Rakhman mengatakan pembahasan RUU Minerba di tengah pandemi corona telah meniadakan partisipasi publik dan akses keterbukaan informasi. DPR RI yang seharusnya fokus mengawasi anggaran dan pelaksanaan penangan Covid-19 justru sibuk mengesahkan undang-undang yang akan merusak dan mencemari lingkungan.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement