Antisipasi Krisis Pangan, Pemerintah Diminta Siapkan Pengganti Beras
Pemerintah didesak untuk segera mengganti bahan pangan masyarakat Indonesia dengan selain beras. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri sudah terlalu mengandalkan beras.
Sementara itu Indonesia sudah sejak lama bergantung dengan impor untuk memenuhi kebutuhan beras. Sedangkan di masa pandemi ini negara lain cenderung menahan ekspornya untuk memenuhi kebutuhannya di tengah pandemi corona.
Padahal, menurut dia masyarakat memiliki banyak pilihan makanan dengan kearifan lokal yang dapat menjadi pengganti beras. Beberapa di antaranya bahkan memiliki proses tanam yang lebih cepat dan panennya juga tinggi, sehingga pasokannya relatif lebih banyak dibandingkan beras.
"Di tengah keterbatasan jangan bergantung pada satu bahan pangan pokok yaitu beras. Bagaimana diversifikasi pangan bisa dikembangkan agar kemudian kalaupun harus tidak makan beras ada bahan pangan lokal yang ada bisa menjadi substitusi terhadap beras," kata Tulus dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (14/5).
(Baca: Risiko Menipisnya Impor Pertanian dari Tiongkok Imbas Virus Corona)
Menurut Tulus, sejak era Orde Baru masyarakat Indonesia telah disandra dengan hanya politik beras yang memaksa menjadikan beras sebagai kebutuhan pangan satu-satunya dan menghilangkan potensi-potensi sumber pangan lain. Sehingga dalam kondisi sulit pandemi saat ini berpotensi menyebabkan krisis pangan.
Indonesia pun tidak pernah absen impor beras tiap tahunnya. Bahkan pada 2011 Indonesia mengimpor hingga 2,75 juta ton beras menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tertinggi dalam dua dekade terakhir. Pada 2018 impor juga melonjak drastis mencapai 2,25 juta ton atau lebih dari 7 kali lipat impor beras setahun sebelumnya yang hanya 305 ribu ton.
Kondisi itu diperburuk dengan substitusi beras dengan mie instan yang berbahan baku gandum. Sedangkan Indonesia tidak memproduksi gandum dan harus mengandalkan impor. "Harusnya, pemerintah lebih mengedepankan makanan pokok yang sesuai dengan kondisi geografis agar dapat meminimalisasi risiko kelangkaan pangan," ujar Tulus.
Selain itu, Tulus juga menyarankan agar pemerintah memberikan insentif agar jumlah petani muda terus bertambah, untuk menggenjot produksi pertanian.
(Baca: Cegah Krisis Pangan, Kemendes Siapkan 75 Ribu Ha Lahan Intensifikasi)
"Ini momen yang tepat untuk berkampanye kepada masyarakat dengan memasok bahan pangan non beras tapi subtitusi makanan lokal yang melimpah dan mudah dibudidayakan agar kemudian akses bahan pangan bisa lebih banyak serta ada kesinambungan untuk kedaulatan pangan," kata dia.
Sementara itu pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pertanian, seperti alih fungsi lahan gambut menjadi sawah, kemudian intensifikasi lahan pertanian di pedesaan, mempercepat waktu tanam, dan lain-lain untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan.
Adapun ancaman krisis pangan global imbas pandemi corona diungkapkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian atau (Food and Agriculture Organization/FAO). Kondisi ini diperkirakan terjadi terjadi pada April dan Mei 2020 akibat kebijakan karantina wilayah atau lockdown sejumlah negara, termasuk di negara-negara pengekspor hasil pertanian.
(Baca: Luhut Tegaskan Tak Ada Ancaman Krisis Pangan dalam Waktu Dekat)