Di Balik Aksi Sri Mulyani Pindahkan Uang Pemerintah dari BI ke Himbara

Agustiyanti
25 Juni 2020, 01:16
sri mulyani, menteri keuangan, burden sharing, pandemi corona, utang, surat utang, bunga surat utang
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta bank BUMN me-leverage dana yang ditempatkan pemerintah menjadi pinjaman hingga tiga kali lipat.

Pembicaraan terkait kesepakatan pembagian beban atau burden sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia untuk mendanai penanganan dan pemulihan ekonomi akibat pandemi corona, dikabarkan berlangsung alot, berlarut-larut, hingga belum menemui titik temu. Kondisi ini disinyalir menjadi salah satu alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani menarik dana yang semula ditempatkan di BI sebesar Rp 30 triliun ke empat bank BUMN.

Dalam konferensi persnya, Rabu kemarin (24/6), Sri Mulyani menjelaskan pemindahan dana bertujuan agar perbankan tetap dapat memacu kredit dan membantu pemulihan ekonomi nasional. Ia pun meminta bank-bank BUMN untuk mengungkit (leverage) dana tersebut menjadi pinjaman hingga tiga kali lipat agar mampu membantu pemulihan ekonomi nasional.

Ia juga menyebut kebijakan ini hanya bersifat melengkapi kebijakan sebelumnya, termasuk penempatan dana dalam rangka restrukturisasi kredit dan subsidi bunga UMKM. 

"Penggunaan dana akan diawasi Menteri BUMN Erick Thohir dan dievaluasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan setiap tiga bulan terkait efektivitas penggunaannya," ujar Sri Mulyani menjelaskan kesepakatan penempatan dana pemerintah di Himbara, dalam oonferensi pers di Istana Negara, jakarta, Rabu (24/6).

(Baca: Sri Mulyani Pindahkan Dana Pemerintah dari BI ke Bank Himbara Rp 30 T)

Meski memaparkan cukup detail kebijakan penempatan dana pemerintah tersebut, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini tak membuka sesi tanya jawab bagi wartawan.

Sumber Katadata.co.id di Kementerian Keuangan mengungkapkan, kesepakatan penempatan dana antara Kementerian Keuangan dan Himbara karena hingga kini belum ada uang yang dikucurkan ke perbankan dalam rangka restrukturisasi kredit. Padahal, likuiditas bank mulai terbatas, terutama pada bank BUMN yang memiliki banyak nasabah UMKM.

Dengan keterbatasan likuiditas, bank tentu akan menahan diri dalam menyalurkan kredit. Hal ini berpotensi membuat pemulihan ekonomi tertahan.

Di sisi lain, penempatan dana di bank BUMN dengan menggunakan dana pemerintah di BI juga merupakan buntut dari diskusi panjang antara Kementerian keuangan dengan BI terkait burden sharing pembiayaan utang. Kementerian Keuangan berharap BI dapat "berbagi beban" dalam pendanaan pemulihan ekonomi saat ini melalui pembelian surat utang pemerintah dengan harga (bunga) khusus.

Namun, BI bersikukuh membeli surat utang pemerintah di pasar perdana dengan harga pasar. Lantaran belum juga mencapai kesepakatan, Kementerian Keuangan akhirnya memilih menanggung sendiri beban pembiayaan tersebut.

Dalam hitungan pemerintah pada pertengahan bulan lalu, kebutuhan penerbitan surat berharga negara untuk memenuhi pembiayaan utang pada Juni hingga Desember 2020 mencapai Rp 990 triliun. Hitungan tersebut masih menggunakan asumsi defisit anggaran sebesar 6,27% produk domestik bruto atau Rp 1.028,5 trilun.

Sementara prediksi defisit anggaran teranyar yang dikeluarkan Sri Mulyani sebesar 6,34% atau mencapai Rp 1.039 triliun.

 (Baca: Sri Mulyani Teken Aturan Teknis Penempatan Dana Pemerintah)

Alhasil, menurut dia,  pemerintah akan memilih menerbitkan surat utang untuk dibeli oleh investor umum. Sikap pasif BI ini pun disesalkan lantaran berbeda dengan bank-bank sentral negara lain yang aktif menggelontorkan quantitative easing untuk membiayai kebutuhan anggaran negara di tengah kesulitan pandemi corona. 

Dikonfirmasi, Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Deni Ridwan menyebut kesepakatan terkait burden sharing ini masih dalam pembahasan tingkat tinggi antara Kementerian Keuangan dan BI. Ia pun enggan menjelaskan lebih jauh progres pembahasan tersebut. "Belum ada sinyal," ujar Deni kepada Katadata.co.id.

Sementara Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyebut kesepakatan tersebut masih difinalisasi. "Prosesnya kondusif dan Ibu Menteri Keuangan sendiri yang akan menyampaikannya," kata dia.

Katadata.co.id berupaya mengkonfirmasi progres kesepakatan ini kepada Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko, tetapi belum ada respons hingga berita ini diturunkan.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...