Permintaan Kredit Diprediksi Naik, Asosiasi Fintech: Belum Ada PHK
Pandemi corona dinilai tak berdampak signifikan terhadap sektor teknologi finansial pembiayaan (fintech lending). Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pun mengaku belum ada anggotanya yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), meski pembayaran kredit berpotensi tersendat imbas pandemi Covid-19.
"Kalau bicara PHK, dari data memang belum ada. Tapi kalaupun PHK, itu sangat normal dan wajar," kata Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI Tumbur Pardede kepada Katadata.co.id, Kamis (25/6).
Permintaan pembiayaan atau kredit memang berpotensi melonjak saat pandemi maupun normal baru (new normal). Sebab, banyak orang yang dipecat atau pendapatannya turun akibat corona.
Kendati begitu, menurutnya perusahaan fintech lending bisa saja melakukan PHK, karena bisnis tidak berjalan optimal di tengah pandemi virus corona. Apalagi, banyak pemberi pinjaman (lender) yang mengerem penyaluran pinjaman.
(Baca: Fintech Lending Restrukturisasi Kredit Rp 237 Miliar Imbas Pandemi)
Kondisi itu berpengaruh terhadap pendapatan perusahan. Oleh karena itu, menurutnya PHK berpotensi dilakukan. Apalagi, tenaga kerja seperti penagih pinjaman yang datang langsung ke lapangan (field collector) tidak bekerja optimal karena pandemi corona.
Padahal, beberapa fintech lending yang memberikan layanan non-miltiguna masih mengandalkan field collector. Jika pekerja di beberapa divisi tak optimal, menurutnya hal yang wajar jika terjadi PHK.
"Kalau bicara karyawan, ini bicara beban biaya. Perusahaan bukan lembaga sosial, seluruh biaya yang dikeluarkan itu kan untuk mencapai pendapatan. Kalau upaya ini tidak ada, ya efisiensi," kata Tumbur.
Di satu sisi, perusahaan juga cenderung mengatur ulang rencana bisnis mereka. Fintech lending menjadi lebih berhati-hati dalam memberi kredit kepada peminjam (borrower) di tengah pandemi.
(Baca: Mitigasi Kredit Macet, 111 Fintech Pakai Platform Anti-peminjam Nakal)
Setidaknya ada dua strategi yang bisa dilakukan perusahaan saat fase normal baru, yakni diversifikasi produk dan kolaborasi. “Harus berkolaborasi dengan banyak pihak digital dan offline ekosistem," kata dia.
Sebelumnya, Chief of Marketing Communication Officer KoinWorks Jonathan Bryan memperkirakan, permintaan pembiayaan melonjak saat pandemi. Begitu juga jumlah pengguna diprediksi naik 40%. "New normal akselerasi kebutuhan peminjam meningkat," katanya, beberapa waktu lalu (12/6).
Akan tetapi, dia juga memproyeksikan jumlah debitur yang kesulitan membayar naik 40%. Oleh karena itu, KoinWorks memperketat pemberian pinjaman untuk mencegah risiko gagal bayar.
Perusahaan pun bakal menilai kredit berdasarkan sektor industri yang terkena dampak Covid-19. (Baca: Pinjaman Online Ilegal Marak saat Pandemi, Warga Diminta Hati-hati)
Hal senada disampaikan oleh Chief Credit Officer & Co-Founder Akseleran Christopher Gultom. "Kenaikan penyaluran pinjaman usaha di Akseleran sekitar 35% pada Juni," kata Christopher.
Ia memperkirakan, kenaikan permintaan belanjut hingga akhir tahun, dengan syarat tidak ada gelombang kedua pandemi Covid-19.
Untuk memitigasi risiko gagal bayar, Akseleran menjalankan tiga strategi. Pertama, pengetatan dalam penilaian kredit. Kedua, memantau portofolio yang berkelanjutan. Terakhir, menerapkan asuransi kredit yang berkelanjutan.
Dengan begitu, ia optimistis tingkat gagal bayar (Non Performing Loan/NPL) Akseleran tetap terjaga di bawah 1% hingga akhir tahun. "Kami belajar dari pengalaman sebelumnya untuk selalu konsisten meningkatkan kualitas kredit di Akseleran," ujar dia.
(Baca: Tren PHK di Startup Diprediksi Masih Berlanjut di Masa Normal Baru)