Kejaksaan Bakal Periksa Fakhri Hilmi Pekan Depan dalam Kasus Jiwasraya
Kejaksaan Agung bakal memeriksa tersangka baru kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya, Fakhri Hilmi pekan depan. Fakhri telah resmi ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (25/6), namun hingga kini belum dilakukan penahanan.
Direktur Penyidikan Pada Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyusun jadwal pemeriksaan terhadap Fakhri. Diharapkan pekan depan pemeriksaan sudah dapat dilakukan.
"Saat ini belum ada jadwalnya, mudah-mudahan minggu depan (diperiksa)," kata Febrie saat ditemui di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (26/6).
Sebagaimana diketahui Fakhri merupakan Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal IIA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2014 - 2017. Kemudian Fakhri diangkat sebagai Deputi Komisioner Pasar Modal II periode 2017 hingga saat ini.
(Baca: Fakhri Hilmi, Pejabat OJK yang Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya)
Kejaksaan Agung menyebut Fakhri mengetahui perkara ini sejak awal. Bahkan, dia dituduh bersekongkol dengan mantan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah dan Direktur PT Maxima Integra Group Joko Hartono Tirto untuk tidak menjatuhkan 13 perusahaan manajemen investasi yang turut menjadi tersangka.
"Laporan tim Direktorat Transaksi Efek atau saham (DPTE) menyimpulkan penyimpangan transaksi saham tersebut merupakan tindak pidana pasar modal sebagaimana diatur dalam UU No.8/1995 (UUPM) dan telah dilaporkan kepada Fakhri Hilmi," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Kamis (25/6) malam.
Hari mengatakan bahwa saat itu Fakhri masih menjabat Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IIA OJK yang memiliki wewenang untuk tidak merekomendasikan Jiwasraya membeli saham tersebut. Bahkan, Fakhri pun memiliki kewenangan memberikan sanksi lantaran adanya upaya menaikkan harga saham secara signifikan.
(Baca: Respons OJK soal Deputi Komisioner Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya)
Kendati demikian, Jiwasraya tetap membeli reksa dana dari 13 MI, karena sudah ada kesepakatan antara Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, dengan petinggi Jiwasraya saat itu, yakni Hendrisman Rahim dan Syahmirwan.
"Fakhri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IIA mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham IIKP, yang dijadikan portofolio reksadana 13 MI, di mana penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya," ujar Hari.
Kejaksaan menilai, akibat dari perbuatan Fakhri yang tidak menjatuhkan sanksi terhadap produk reksa dana dimaksud pada 2016 menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada 2018 hingga mencapai Rp 16,8 triliun sesuai LHP BPK 2020.
(Baca: 13 MI Tersangka Jiwasraya Kuasai 10% Dana Kelolaan Industri Reksa Dana)